Report
(Diajukann kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia-KOMNAS HAM)
Oleh:
Fadli Noch & Mohammad Nasir
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
"Bisa jadi pendapatku benar, tapi bukan tak mungkin di dalamnya mengandung kekeliruan. Bisa saja pendapat orang orang lain salah, tapi bukan tak mungkin di dalamnya juga mengandung kebenaran" Imam Syafi'i
Report
(Diajukann kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia-KOMNAS HAM)
Oleh:
Fadli Noch & Mohammad Nasir
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oleh: Fadli
(Tulisan ini sebuah opini saja yang pernah di posting di akun facebook saya untuk memperingati hari buruh “May Day” 1 Mei 2010 dan sepertinya masih relevan jika dikaitkan dengan perjuangan kaum buruh menentang Omnibus Law Cipta Kerja).
Lack of transparency hinders fight against logging mafia
Adianto P. Simamora, The Jakarta Post, Jakarta | Tue,
04/20/2010 9:10 AM | National A | A | A | A lack of public data on illegal
logging cases could prove to be the undoing of the government’s plans to root
out illegal logging syndicates in the country, activists said. Activists from
the Natural Resources Law Institute (IHSA), which recently published its annual
report on illegal logging cases in Indonesia, said organized crime syndicates
that masterminded illegal logging were difficult to trace. “In our experience,
the most difficult task is to get data on illegal logging cases. Officials seem
reluctant to release it to the public,” said Fadli Moh. Noch, an IHSA
researcher dealing with illegal logging in East Kalimantan, on Monday. “Until
now, it remains unclear which institution manages the data on illegal logging
cases.” The IHSA said it had obtained data on illegal logging cases from at
four institutions, the police, the regional forestry office, the provincial
prosecutor’s office and the high court. Fadli said organized crime syndicates
could have infiltrated the forestry permit process because many companies that
were cutting down trees did not have Environmental Impact Analysis (Amdal)
documents, which is required in filing for permission to log. “By law, it is
impossible for companies without the Amdal document to operate in a forest, but
the fact is that we keep finding many companies cutting down trees without
documentation. This is also the doing of the forest mafia,” he said. He said
another indication that corruption had infiltrated the government was the
lenient enforcement of illegal logging laws. “Most illegal logging suspects are
field operators. The average punishment [for such convicted suspects] is
typically less than two years,” he said. Researcher Achmad Djefrianto
questioned the government’s claim that illegal logging had decreased of late.
“How could the government have calculated an increase or a decrease if they
don’t have good records or data,” he said. The IHSA published illegal logging
cases in Jambi, West Kalimantan and East Kalimantan, from 2007 to 2008. In East
Kalimantan, police data shows that forest crime, including illegal logging, hit
314 cases in 2007, of which 187 were handed over to the East Kalimantan
prosecutor’s office. In 2008, there were 220 cases, 92 of which were brought to
the prosecutor’s office. However the city’s forestry office recorded only two
illegal logging cases in 2008. President Susilo Bambang Yudhoyono last month
ordered a taskforce to investigate forest crime as part of an effort to save
Indonesia’s remaining rain forests. A member of the Judicial Mafia Taskforce
Mas Achmad Santosa said Sunday the taskforce was studying controversial
verdicts in illegal logging cases, including that of fugitive Adelin Lis, who
fled the country after the Supreme Court sentenced him to 10 years in prison.
President Yudhoyono issued a 2005 instruction tasking 18 departments to monitor
and evaluate illegal logging, but the effort has not produced names of any
major perpetrators. A coalition of activists including the Indonesia Corruption
Watch, the Indonesian Environmental Forum, Kalimantan-based Save Our Borneo and
Sawit Watch have repeatedly called on the government to root out and take stern
action against those masterminding illegal logging. They said corruption
involving government officials and corporations had damaged the country’s
forest through illegal logging and license brokering for forest conversion.https://www.thejakartapost.com/news/2010/04/20/lack-transparency-hinders-fight-against-logging-mafia.html
Kenapa Indonesia Tidak Maju....???
Kenapa Singapura maju, Korea Selatan maju, Taiwan maju,
Israel Maju ??? Karena ada yang mereka takuti. Taiwan takut sama Cina Daratan,
Korea Selatan takut sama Korea Utara, Singapura takut karena mayoritas orang
Tionghoa di tengah lautan Melayu, Israel takut karena di kelilingi bangsa Arab.
Artinya kalo negara-negara ini tidak menjadi hebat, tidak
mempersiapkan diri sehandal mungkin maka sudah pasti dia akan tergilas,
diberangus dan musnah ditengah-tengah wilayah yang mengelilinginya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia...???
Kalau Indonesia negara pemberani, sebuah negara yang tidak
pernah ada rasa takutnya. Bahkan Tuhanpun tidak di Takuti...
Jadi kalau ada yang bertanya kenapa Indonesia "Tidak
Maju" jawabannya karena Tuhanpun tidak di takuti...
Lihat saja, berapa banyak pemimpin negeri ini dari tingkat
Daerah sampai pejabat tinggi Negara yang ketika dilantik menjalani prosesi
sumpah dengan menyebut nama Tuhan..menggunaan kitab suci pula.. (Alquran, Injil
dst). Tapi toh faktanya bankak terjaring OTT (sudah begitu dipersoalkan pula
istilah OTT), berapa banyak masuk bui, berapa banyak bolak balik KPK...???
pasti semua tau kenapa..???..
Jadi itulah sebabnya kenapa Indonesia "Tidak Maju"
karena Tuhan saja tidak pernah ditakuti.....Satu peradaban bangsa yang tidak ada
ditakuti maka tidak akan maju....
Lalu bagaimana dengan Anda....??? apakah Anda
takut..???siapa yang Anda takuti...???
Framing tentang Covid 19 khususnya update pertambahan yang terinfeksi, sembuh, dan meninggal setiap hari tersaji. Ketiga kata tersebut hari-hari ini hadir hampir disemua media. Dua kata "terinfeksi" dan "meninggal" di framing sangat jelas dan tegas disebabkan karena Virus Covid-19 dan penyakit bawaan.
Nah, untuk satu kata yaitu "sembuh" setiap hari
semakin banyak berdasarkan statistik yang diumumkan. Disampaikan juga dengan
narasi yang jelas. Namun, bedanya publik tidak mendapatkan informasi bagaimana
seseorang yang dinyatakan terinfeksi karena Virus Covid- 19 bisa sembuh. Baik
cara maupun metode pengobatannya. Jika diobati, apa obatnya, belinya dimana,
dan bagaimana cara mendapatkannya. Ini penting, sebab banyak publik yang ingin
tau dan tentunya ingin sembuh. Harapannya mengenai berita kesembuahan ini
disampaikan dengan narasi yang jelas juga, bagaimana orang bisa sembuh dari
pandemi ini.
Kenapa untuk dua kata awal di atas yaitu
"terinfeksi" dan "meninggal" begitu gamblang, tegas,
terang, jelas, dan yakin di share ke publik penyebab utamanya virus covid 19,
karena memang kita lagi diperhadapkan pada pandemi ini dan disitu pula bahwa
seolah negara hadir di tengah-tengah publik.
Untuk kata "sembuh" begitu samar bahkan hampir tak
ada narasi yang keluar dari negara, apa yang dilakukan sehingga kesembuhan
tersebut nyata dan bahkan statistiknya meningkat setiap saat (jika ada obatnya,
apa obatnya sampaikanlah secara terbuka sehingga yang sembuh semakin banyak).
Dalam hal tersebut negara seolah gagap dan menjadi samar
pula. Narasi yang terdengar lantang adalah cara mencegah agar seseorang ataupun
publik terhindar dari pandemi Virus Covid-19 ini. Sementara kesembuhan terus
diumumkan tanpa disampaikan apa yang menyebabkan orang menjadi sembuh (selain
tindakan medis) disitulah sebenarnya keberadaan negara dibutuhkan untuk
memperteguh keyakinan bahwa sesungguhnya ada harapan.
Tentu kita paham bahwa bangunan narasi yang disampaikan pada
publik adalah "sampai saat ini obat maupun vaksin covid 19 belum
ada". Namun faktanya setiap hari diumumkan juga bahwa statistik orang yang
sembuh dari pandemi ini meningkat cukup drastis. Lalu apa dan bagaimana
sehingga seseorang itu mejadi sembuh. Kiat inilah yang ditunggu dari negara
untuk disampaikan pada publik sehingga harapan itu semakin besar dan timbul
rasa optimis.
Satu hal yang sama disampaikan secara bersamaan namun
didalamnya ada dua hal yang berbeda (kontras) jika bicara penyebabnya.
Terakhir dan mungkin ini menjadi harapan untuk semua, jika
ada kata dan pengumuman mengenai perkembangan covid 19 yang
"terinfeksi" dan "meninggal" karena penyebab utamanya virus
covid 19 dan penyakit bawaan yang diderita. Maka harapan yang sama bagi yang
"sembuh" penyebabnya karena ada obatnya dan apa obatnya, tidak cukup
hanya disampaikan bahwa statistik yang sembuh meningkat tanpa dijelaskan apa
dan bagaimana orang menjadi sembuh, publik menanti.
Singkat kata, setiap hari diumumkan peningkatan orang yang
sembuh namun tidak ditau apa yang menyebabkan orang itu sembuh...ajaib.