Senin, 26 Oktober 2020

KASUS VICO INDONESIA DENGAN MASYARAKAT PENGGARAP LAHAN DESA SEMANGKO KM.5/KM.28 KECAMATAN MARANGKAYU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Report

(Diajukann kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia-KOMNAS HAM)

Oleh: 

Fadli Noch & Mohammad Nasir

BAB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Komnas HAM menerima pengaduan dari masyarakat sejak tahun 2005 dan sudah mengirimkan permintaan informasi dan klarifikasi sebanyak 2 kali namun sampai Desember 2008 belum ada tanggapannya. Hingga akhirnya pada bulan desember 2008 sdr. Muchran selaku kuasa masyarakat melakukan pengaduan langsung dan meminta difasilitasi pertemuan (mediasi) dengan perusahaan dan pemerintah daerah serta provinsi terkait permasalahan KM 28 tersebut dimana dengan tegas pengadu menolak hasil bentukan tim pemda Kutai Kartanegara yang diindikasikan penuh rekayasa dan intervensi, hingga mengharapkan pihak Komnas HAM untuk turun tangan membantu para warga penggarap yang menjadi korban perusahaan-perusahaan besar, mereka juga melihat terjadi perlakuan diskriminatif oleh Vico Indonesia dimana KM 10 yang mengalami erosi yang sama dengan skala yang lebih kecil justru diberikan ganti rugi sebesar 2 milyar rupiah, kenapa KM 28 sampai sekarang tidak jelas tindak lanjutnya.

ESENSI PERJUANGAN BURUH

Oleh: Fadli

(Tulisan ini sebuah opini saja yang pernah di posting di akun facebook saya untuk memperingati hari buruh “May Day” 1 Mei 2010 dan sepertinya masih relevan jika dikaitkan dengan perjuangan kaum buruh menentang Omnibus Law Cipta Kerja). 

Kemenangan suatu perjuangan kaum buruh atas kesewenag-wenangan pengusaha bukan hanya merupakan kejayaan untuk kaum buruh itu sendiri tetapi lebih luas untuk bangsa dan negara. Dimana kemenangan itu sekaligus mendorong perubahan dalam dogma-dogma lama mengenai perilaku pengusaha yang selama ini di backing negara (pemerintah). Secara nyata perjungan itu menunjukkan kapasitas kaum buruh menuju kemasa pembebasan dan ketidak terikatan terhadap norma-norma penjajahan yang bersipat mengatur dan ingin diikuti apa yang menjadi kehendak. 

Minggu, 25 Oktober 2020

LACK OF TRANSPARENCY HINDERS FIGHT AGAINST LOGGING MAFIA ADIANTO P. SIMAMORA, THE JAKARTA POST, JAKARTA | TUE, 04/20/2010 9:10 A

Lack of transparency hinders fight against logging mafia

Adianto P. Simamora, The Jakarta Post, Jakarta | Tue, 04/20/2010 9:10 AM | National A | A | A | A lack of public data on illegal logging cases could prove to be the undoing of the government’s plans to root out illegal logging syndicates in the country, activists said. Activists from the Natural Resources Law Institute (IHSA), which recently published its annual report on illegal logging cases in Indonesia, said organized crime syndicates that masterminded illegal logging were difficult to trace. “In our experience, the most difficult task is to get data on illegal logging cases. Officials seem reluctant to release it to the public,” said Fadli Moh. Noch, an IHSA researcher dealing with illegal logging in East Kalimantan, on Monday. “Until now, it remains unclear which institution manages the data on illegal logging cases.” The IHSA said it had obtained data on illegal logging cases from at four institutions, the police, the regional forestry office, the provincial prosecutor’s office and the high court. Fadli said organized crime syndicates could have infiltrated the forestry permit process because many companies that were cutting down trees did not have Environmental Impact Analysis (Amdal) documents, which is required in filing for permission to log. “By law, it is impossible for companies without the Amdal document to operate in a forest, but the fact is that we keep finding many companies cutting down trees without documentation. This is also the doing of the forest mafia,” he said. He said another indication that corruption had infiltrated the government was the lenient enforcement of illegal logging laws. “Most illegal logging suspects are field operators. The average punishment [for such convicted suspects] is typically less than two years,” he said. Researcher Achmad Djefrianto questioned the government’s claim that illegal logging had decreased of late. “How could the government have calculated an increase or a decrease if they don’t have good records or data,” he said. The IHSA published illegal logging cases in Jambi, West Kalimantan and East Kalimantan, from 2007 to 2008. In East Kalimantan, police data shows that forest crime, including illegal logging, hit 314 cases in 2007, of which 187 were handed over to the East Kalimantan prosecutor’s office. In 2008, there were 220 cases, 92 of which were brought to the prosecutor’s office. However the city’s forestry office recorded only two illegal logging cases in 2008. President Susilo Bambang Yudhoyono last month ordered a taskforce to investigate forest crime as part of an effort to save Indonesia’s remaining rain forests. A member of the Judicial Mafia Taskforce Mas Achmad Santosa said Sunday the taskforce was studying controversial verdicts in illegal logging cases, including that of fugitive Adelin Lis, who fled the country after the Supreme Court sentenced him to 10 years in prison. President Yudhoyono issued a 2005 instruction tasking 18 departments to monitor and evaluate illegal logging, but the effort has not produced names of any major perpetrators. A coalition of activists including the Indonesia Corruption Watch, the Indonesian Environmental Forum, Kalimantan-based Save Our Borneo and Sawit Watch have repeatedly called on the government to root out and take stern action against those masterminding illegal logging. They said corruption involving government officials and corporations had damaged the country’s forest through illegal logging and license brokering for forest conversion.https://www.thejakartapost.com/news/2010/04/20/lack-transparency-hinders-fight-against-logging-mafia.html

"PEJABAT PELANGGAR SUMPAH"

Kenapa Indonesia Tidak Maju....???

Kenapa Singapura maju, Korea Selatan maju, Taiwan maju, Israel Maju ??? Karena ada yang mereka takuti. Taiwan takut sama Cina Daratan, Korea Selatan takut sama Korea Utara, Singapura takut karena mayoritas orang Tionghoa di tengah lautan Melayu, Israel takut karena di kelilingi bangsa Arab.

Artinya kalo negara-negara ini tidak menjadi hebat, tidak mempersiapkan diri sehandal mungkin maka sudah pasti dia akan tergilas, diberangus dan musnah ditengah-tengah wilayah yang mengelilinginya.

Lalu bagaimana dengan Indonesia...???

Kalau Indonesia negara pemberani, sebuah negara yang tidak pernah ada rasa takutnya. Bahkan Tuhanpun tidak di Takuti...

Jadi kalau ada yang bertanya kenapa Indonesia "Tidak Maju" jawabannya karena Tuhanpun tidak di takuti...

Lihat saja, berapa banyak pemimpin negeri ini dari tingkat Daerah sampai pejabat tinggi Negara yang ketika dilantik menjalani prosesi sumpah dengan menyebut nama Tuhan..menggunaan kitab suci pula.. (Alquran, Injil dst). Tapi toh faktanya bankak terjaring OTT (sudah begitu dipersoalkan pula istilah OTT), berapa banyak masuk bui, berapa banyak bolak balik KPK...??? pasti semua tau kenapa..???..

Jadi itulah sebabnya kenapa Indonesia "Tidak Maju" karena Tuhan saja tidak pernah ditakuti.....Satu peradaban bangsa yang tidak ada ditakuti maka tidak akan maju....

Lalu bagaimana dengan Anda....??? apakah Anda takut..???siapa yang Anda takuti...???

"FRAMING TENTANG COVID 19"

Framing tentang Covid 19 khususnya update pertambahan yang terinfeksi, sembuh, dan meninggal setiap hari tersaji. Ketiga kata tersebut hari-hari ini hadir hampir disemua media. Dua kata "terinfeksi" dan "meninggal" di framing sangat jelas dan tegas disebabkan karena Virus Covid-19 dan penyakit bawaan.

Nah, untuk satu kata yaitu "sembuh" setiap hari semakin banyak berdasarkan statistik yang diumumkan. Disampaikan juga dengan narasi yang jelas. Namun, bedanya publik tidak mendapatkan informasi bagaimana seseorang yang dinyatakan terinfeksi karena Virus Covid- 19 bisa sembuh. Baik cara maupun metode pengobatannya. Jika diobati, apa obatnya, belinya dimana, dan bagaimana cara mendapatkannya. Ini penting, sebab banyak publik yang ingin tau dan tentunya ingin sembuh. Harapannya mengenai berita kesembuahan ini disampaikan dengan narasi yang jelas juga, bagaimana orang bisa sembuh dari pandemi ini.

Kenapa untuk dua kata awal di atas yaitu "terinfeksi" dan "meninggal" begitu gamblang, tegas, terang, jelas, dan yakin di share ke publik penyebab utamanya virus covid 19, karena memang kita lagi diperhadapkan pada pandemi ini dan disitu pula bahwa seolah negara hadir di tengah-tengah publik.

Untuk kata "sembuh" begitu samar bahkan hampir tak ada narasi yang keluar dari negara, apa yang dilakukan sehingga kesembuhan tersebut nyata dan bahkan statistiknya meningkat setiap saat (jika ada obatnya, apa obatnya sampaikanlah secara terbuka sehingga yang sembuh semakin banyak).

Dalam hal tersebut negara seolah gagap dan menjadi samar pula. Narasi yang terdengar lantang adalah cara mencegah agar seseorang ataupun publik terhindar dari pandemi Virus Covid-19 ini. Sementara kesembuhan terus diumumkan tanpa disampaikan apa yang menyebabkan orang menjadi sembuh (selain tindakan medis) disitulah sebenarnya keberadaan negara dibutuhkan untuk memperteguh keyakinan bahwa sesungguhnya ada harapan.

Tentu kita paham bahwa bangunan narasi yang disampaikan pada publik adalah "sampai saat ini obat maupun vaksin covid 19 belum ada". Namun faktanya setiap hari diumumkan juga bahwa statistik orang yang sembuh dari pandemi ini meningkat cukup drastis. Lalu apa dan bagaimana sehingga seseorang itu mejadi sembuh. Kiat inilah yang ditunggu dari negara untuk disampaikan pada publik sehingga harapan itu semakin besar dan timbul rasa optimis.

Satu hal yang sama disampaikan secara bersamaan namun didalamnya ada dua hal yang berbeda (kontras) jika bicara penyebabnya.

Terakhir dan mungkin ini menjadi harapan untuk semua, jika ada kata dan pengumuman mengenai perkembangan covid 19 yang "terinfeksi" dan "meninggal" karena penyebab utamanya virus covid 19 dan penyakit bawaan yang diderita. Maka harapan yang sama bagi yang "sembuh" penyebabnya karena ada obatnya dan apa obatnya, tidak cukup hanya disampaikan bahwa statistik yang sembuh meningkat tanpa dijelaskan apa dan bagaimana orang menjadi sembuh, publik menanti.

Singkat kata, setiap hari diumumkan peningkatan orang yang sembuh namun tidak ditau apa yang menyebabkan orang itu sembuh...ajaib.


Selasa, 12 November 2019

GELOMBANG AKSI PROTES ATAS AKSI PEMBUATAN PRODUK HUKUM “BERMASALAH"

(Catatan Undang-undang Nomor 19 Tahuh 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)

Oleh: Fadli


A.         PENDAHULUAN

Pada bulan September 2019 DPR RI mengesahkan undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi, pengesahan dilakukan dalam rapat Paripurna. Undang-undang tersebut merupakan hasil revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Revisi tersebut kemudian menuai berbagai gelombang protes karena dilakukan menjelang berakhirnya masa bakti DPR periode 2014-2019 yang berakhir pada akhir September 2019.
Berbagai pihak, selain sangat terkejut dengan kelahiran revisi undang-undang KPK di atas yang terasa sangat tiba-tiba, lantas mempersoalkan proses penyusunan yang tidak transparan dan lebih-lebih lagi substansinya yang dianggap memperlemah keberadaan institusi Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada draf revisi undang-undang KPK DPR mengusulkan poin-poin: Pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK; penyadapan harus seizin tertulis dewan pengawas yang kemudian dipertanggungjawabkan ke pimpinan KPK; KPK berwenang mengeluarkan SP3 untuk penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam waktu paling lama satu tahun; seluruh pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN); KPK hanya boleh merekrut penyidik dari kepolisian; penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung; pelaporan LHKPN tak lagi di KPK melainkan di masing-masing instansi. 

Senin, 28 Oktober 2019

Catatan Singkat
LANDASAN FUNDAMENTAL UU NO 19 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh
F A D L I

Pengantar

Perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memicu polemik yang berimbas pada gelombang demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh daerah. Revisi tersebut kemudian menuai berbagai gelombang protes karena dilakukan menjelang berakhirnya masa bakti DPR periode 2014-2019 yang berakhir pada akhir September 2019. Berbagai pihak, selain sangat terkejut dengan kelahiran revisi UU KPK di atas yang terasa sangat tiba-tiba, lantas mempersoalkan proses penyusunan yang tidak transparan dan lebih-lebih lagi substansinya yang dianggap memperlemah keberadaan institusi Komisi Pemberantasan Korupsi.

Jumat, 11 Oktober 2019

ANALISIS HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK ALAT-ALAT BERAT/BESAR PADA PT. MANDIRI HERINDO ADIPERKASA UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN UTARA DI TANA TIDUNG


Oleh:
F   A   D   L   I
2019

BAB I
PENDAHULUAN

A.              Latar Belakang.
Rencana pulau Kalimantan sebagai ibu kota Indonesia semakin sering terdengar, sehingga tidak berlebihan jika setiap provinsi yang ada di pulau yang memang kaya akan sumber daya alam tersebut seakan berlomba-lomba menyiapkan sebaik mungkin sarana dan prasarana pendukung yang dibutuhkan, tanpa terkecuali Provinsi Kalimantan Utara.
Kalimantan Utara merupakan provinsi termuda di antara provinsi lainnya yang ada di pulau Kalimantan, bahkan saat ini menjadi provinsi termuda di Indonesia, terus berupaya meningkatkan sumber pendapatan daerahnya. Salah satunya melalui pungutan pajak daerah. Awalnya provinsi Kalimantan Utara merupakan bagian dari provinsi Kalimantan Timur, resmi disahkan menjadi provinsi dalam rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012.[1] Kementerian Dalam Negeri menetapkan 11 (sebelas) daerah otonomi baru yang terdiri atas satu provinsi dan 10 (sepuluh) kabupaten, termasuk Kalimantan Utara pada hari Senin, 22 April 2013. Provinsi Kalimantan Utara terdiri atas 5 (lima) wilayah administrasi dengan 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan. Ibukota Provinsi Kalimantan Utara terletak di Tanjung Selor, yang saat ini berada di Kabupaten Bulungan. 

Kamis, 26 September 2019


SEJARAH PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Oleh
F A D L I

PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang

Bicara tentang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) tidak lengkap rasanya apabila tidak mengetahui bagaimana sejarah[1] perkembangannya di Indonesia. Mengetahui sejarah perkembangannya maka kita dapat mengetahui terbentuknya hukum (undang-undang), tatanan hukum awal dan apa yang menjadi titik tolak sehingga terbentuknya undang-undang tersebut. Belajar sejarah perselisihan hubungan industrial sama halnya belajar sejarah hukum yang artinya kita mempelajari suatu pengantar studi hukum yang berlaku saat ini (ius constitum).[2] Sejarah itu sendiri mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam totalitasnya, sedangkan sejarah hukum satu aspek tertentu dari hal itu, yakni hukum. Dengan demikian bahwa sejarah hukum merupakan bagian dari penyelenggaraan sejarah secara integral dengan memfokuskan perhatian pada gejala-gejala hukum, di mana penulisan sejarah secara integral pula mempergunakan hasil-hasil sejarah hukum dan sekaligus meredam efek samping yang terpaksa ikut muncul ke permukaan sebagai akibat peletakan tekanan pada gejala-gejala hukum.[3]

Selasa, 10 September 2019


PERMASALAHAN PENEGAKAN HUKUM KEJAHATAN KEHUTANAN (ILLEGAL LOGGINGDI KALIMANTAN TIMUR.

Oleh:
F A D L I

Tulisan ini merupakan tulisan lama yang pernah di publis sekitar tahun 2008.  
Merupakan hasil penelitian singkat dengan mewawancarai para pihak yang terlibat langsung pada proses penegakkan hukum illegal logging ketika itu di Provinsi Kalimantan Timur. Tulisan ini tentunya membutuhkan penyesuaian-penyesuain kekinian, mengingat masa penulisan sudah cukup lama sekitar tahun 2008.

A.    Latar Belakang.
Pada kurun waktu antara 1998-2004, perjalanan pengelolaan hutan mendapat sorotan tajam dari dalam maupun luar negeri. Pada kurun waktu terseebut, telah terjadi ledakan pengrusakan hutan akibat praktik eksploitasi yang tidak terkendali. Hal ini ditandai dengan muncul dan maraknya praktik eksploitasi hutan oleh pelaku-pelaku baru yang tidak memiliki izin atau memanipulasi izin pemanfaatan. 
Memasuki fase 2006-Sampai saat ini, praktik illegal logging memainkan modus baru dengan cara mengurus izin perkebunan kelapa sawit. Modus ini menjadi sorotan utama dan menjadi perbincangan hangat, hal ini tidak lain karena illegal logging telah dipandang sebagai sebuah aktivitas mafia yang seolah tak pernah tersentuh hukum. Kejahatan illegal logging itu sendiri telah berhasil menciptakan suatu karya terbesar dalam kerusakan hutan di Indonesia dengan berbagai modus yang digunakan. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kejahatan illegal logging dapat disejajarkan dengan korupsi maupun sekelas terorisme sekalipun.

Senin, 09 September 2019


ANALISIS EKONOMI TERHADAP POKOK-POKOK KESEPAKATAN DIVESTASI SAHAM PT FREEPORT INDONESIA
Oleh:
F A D L I
2018

Pendahuluan
Pada bulan Juli 2018 Publik sempat dikejutkan dengan berita penandatanganan Pokok-Pokok Kesepakatan Divestasi Saham PT Freeport Indonesia antara Pemerintah Indonesia melalui Holding Industri Pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), atau INALUM dengan Freeport-McMoran Inc. (FCX). Spontan pemberitaan tersebut menjadi perhatian publik karena adanya pro dan kontra terhadap langkah-langkah yang di ambil oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bagaimana tidak ? Penandatanganan Pokok-Pokok Kesepakatan Divestasi tersebut terjadi setelah melalui proses yang cukup panjang, bahkan ditengarai adanya saling ancam antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak Freeport McMoran Inc. (FCX).

Bagi pihak yang pro, langkah divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Indonesia Asahan Aluminium, merupakan bukti kebangkitan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas salah satu sumber kekayaan alam. Namun tidak demikian pandangan pihak yang kontra, menilai harga divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang mencapai US$ 3,85 miliar, setara Rp 55 Triliun, terlalu mahal untuk dibayar Pemerintah Indonesia. Apalagi mengingat masa operasi PT Freeport Indonesia jika merujuk pada Kontrak Karya (KK), akan berakhir pada 2021. Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara mengatakan, harga US$ 3,85 miliar sangat tidak masuk akal karena pada dasarnya sebagian besar aset yang dibayar oleh pemerintah Indonesia adalah milik negara dan bangsa sendiri.

Minggu, 08 September 2019


ANALISIS PUTUSAN HAKIM No. 111/Pid. Sus/2017/PN Sag.
TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I[1]

Oleh:
F A D L I[2]


Abstrak

Putusan Hakim Nomor 111/Pid. Sus/2017/PN Sag, berkaitan dengan Tindak Pidana Penggunaan Narkotika Golongan I yang di lakukan oleh Fidelis Arie Sudewarto alias Nduk Anak Fx Surajiyo. Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum telah menuntut Fidelis Arie Sudewarto alias Nduk Anak Fx Surajiyo dengan tuntutan 5 (lima) bulan penjara dan denda Rp 800.000.000 (delapan ratus juta) subsider satu bulan penjara karena terbukti melanggar Pasal 111 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tetapi kemudian Majelis Hakim memutuskan dengan instrumen Pasal 116 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan Fidelis Arie Sudewarto Alias Nduk Anak Fx Surajiyo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I terhadap orang lain”; Membawa dan mengedarkan narkotika golongan I jenis ganja”; Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selam 1 (satu) bulan; ketiga, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan; keempat, menetapkan agar terdakwa tetap ditahan.


SEKILAS PERJALANAN ILEGAL LOGGING DAN INSTRUMEN HUKUM YANG MENGATURNYA.

Oleh:
FADLI

Materi ini disampaikan dalam Kegiatan Pelatihan Para Legal “Pemahaman Proses Penanganan Kasus Hukum Ilegal Logging dan Peluang Monitoring oleh Masyarakat” 
tanggal 18 – 19 Desember 2008.


A.            Perjalanan Eksploitasi Hutan

Kegiatan eksploitasi hutan tercatat telah dimulai pada era antara tahun 1965-1970 yang dilakukan oleh masyarakat, era tersebut dikenal dengan era “banjir kap” di mana kegiatan eksploitasi hutan dilakukan secara bebas dan hampir tidak ada mekanisme kontrol[1]. Jaman banjir kap kayu-kayu yang ada dipinggir sungai ditebang secara tidak resmi dan dibawa kepada pembeli lewat sungai. Pekerjaan menebang kayu merupakan salah satu pendapatan bagi masyarakat sekitar dan juga masyarakat di sekitar hutan[2]. Di era tersebut belum ada peraturan perundangan yang memadai, sehingga sulit dikatakan bahwa aktivitas masyarakat menebang kayu dikategorikan perbuatan ilegal atau kejahatan kehutanan. Pengaturan pengusahaan hutan dimulai pada awal 1970-an, melalui pemberian izin pengusahaan hutan oleh pemerintah kepada badan-badan usaha yang berbadan hukum dan memiliki kapital yang memadai. Model pertama izin pengusahaan hutan adalah Hak Pengusahaan Hutan (HPH), yang kemudian bertambah dan berkembang dalam bentuk lain seperti Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), Izin Pemungutan dan Pemanfaatan Kayu (IPPK), Hak Izin Pengusahaan Hasil Hutan (HIPHH), dan sebagainya.

Sabtu, 07 September 2019

MENAGIH PERTANGGUNGJAWABAN MENTERI BUMN ATAS TERPUTUSNYA ALIRAN LISTRIK  DI WILAYAH JABODETABEK DAN PULAU JAWA PADA UMUMNYA

Oleh:
F A D L I
Pendahuluan
Minggu, 4 Agustus 2019 sebagian besar warga Jabodetabek dan pulau Jawa pada umumnya dibuat “uring-uringan oleh PLN” hal ini tak lain karena terputusnya aliran listrik sejak Minggu siang hingga malam hari. Kejadian tersebut menunjukkan bahwa ada masalah serius pada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Peristiwa ini tentunya membawa dampak kerugian yang sangat besar bagi masyarakat dan tentu hal ini sungguh sangat mengecewakan. Kalangan pengamat mengatakan kasus yang terjadi mencoreng citra PLN di masyarakat. Sebab, pemadaman tersebut sangat merugikan konsumen, apalagi bisa menimbulkan kerugian ekonomi baik skala besar maupun skala kecil.