Jumat, 11 Oktober 2019

ANALISIS HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK ALAT-ALAT BERAT/BESAR PADA PT. MANDIRI HERINDO ADIPERKASA UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN UTARA DI TANA TIDUNG


Oleh:
F   A   D   L   I
2019

BAB I
PENDAHULUAN

A.              Latar Belakang.
Rencana pulau Kalimantan sebagai ibu kota Indonesia semakin sering terdengar, sehingga tidak berlebihan jika setiap provinsi yang ada di pulau yang memang kaya akan sumber daya alam tersebut seakan berlomba-lomba menyiapkan sebaik mungkin sarana dan prasarana pendukung yang dibutuhkan, tanpa terkecuali Provinsi Kalimantan Utara.
Kalimantan Utara merupakan provinsi termuda di antara provinsi lainnya yang ada di pulau Kalimantan, bahkan saat ini menjadi provinsi termuda di Indonesia, terus berupaya meningkatkan sumber pendapatan daerahnya. Salah satunya melalui pungutan pajak daerah. Awalnya provinsi Kalimantan Utara merupakan bagian dari provinsi Kalimantan Timur, resmi disahkan menjadi provinsi dalam rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012.[1] Kementerian Dalam Negeri menetapkan 11 (sebelas) daerah otonomi baru yang terdiri atas satu provinsi dan 10 (sepuluh) kabupaten, termasuk Kalimantan Utara pada hari Senin, 22 April 2013. Provinsi Kalimantan Utara terdiri atas 5 (lima) wilayah administrasi dengan 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan. Ibukota Provinsi Kalimantan Utara terletak di Tanjung Selor, yang saat ini berada di Kabupaten Bulungan. 

Untuk mengejar ketertinggalan dari provinsi-provinsi lain yang berada di Pulau Kalimantan, maka pemerintah daerah terus berupaya memaksimalkan potensi pendapatan yang berada didaerahnya guna percepatan proses pembangunan. Tentunya hal tersebut harus didukung perangkat hukum dan pembangunan ekonomi “Law and Economic Development”. Hukum dapat di implementasikan sebagai konsep penyelenggara pembangunan daerah, menempatkan hukum sebagai panglima dalam rangka mewujudkan tujuan Negara. Hukum adalah supreme yang harus ditaati oleh setiap warga Negara dan harus ditegakkan oleh Negara dalam rangka kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.[2] Peran hukum dalam tataran ini merupakan seperangkat aturan yang selalu dapat menjaga ketertiban dan lebih jauh lagi memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Selain itu, hukum memiliki peranan yang besar untuk memberikan peluang pembangunan ekonomi. 
Untuk dapat memenuhi kebutuhan dan target yang dicanagkan oleh Pemerintah Daerah agar terwujudnya pembangunan di Kalimantan Utara memang dibutuhkan suatu aturan dan keadaan yang cukup kondusif di mana hukum dan pembangunan dapat saling membantu satu sama lain, kondisi ini sangat dibutuhkan bagi daearh yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan ekonomi. Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum suatu daerah itu efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi.
Menyikapi kondisi tersebut, dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah bahwa tiap-
tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk penyelenggaraan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah harus didasarkan pada undang-undang. Selama ini pungutan daerah yang berupa pajak diatur dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Sesuai dengan undang-undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 4 (empat) jenis pajak provinsi dan selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Undang-undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk keempat jenis pajak tersebut. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah menetapkan lebih rinci ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 4 (empat) jenis pajak tersebut menetapkan tarif pajak yang seragam terhadap seluruh jenis pajak provinsi.[3]
Selanjutnya, pemerintah daerah melihat bahwa setiap tambahan penerimaan merupakan sumber penggerak ekonomi dan pembangunan. Keberhasilan pembangunan daerah sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat yaitu pembayaran pajak. Secara ekonomi, pemungutan pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah sebagai dasar pemungutan pajak daerah di Provinsi Kalimantan Utara. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Kalimantan Utara. Kebijakan pajak daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan peran serta masyarakat dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.[4]
Berbekal Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah, Pemerintah Daerah melalui Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tana Tidung, giat menerapkan pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) kepada perusahaan pemilik alat berat/besar termasuk perusahaan yang bergerak dibidang Kontraktor Batu Bara tanpa terkecuali PT. MANDIRI HERINDO ADIPERKASA. 
Sesuai Pasal 1 angka 13 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah menyebutkan Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan di gerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air”. Pengertian yang sama dapat ditemukan juga pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah[5].
Dari pengertian pasal yang telah di uraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa alat berat/besar merupakan obyek pajak kendaraan bermotor yang diwajibkan melaksanakan pembayaran pajak kendaraan bermotor menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016. 
Potensi maupun kontribusi pemungutan pajak alat berat/besar di Kalimantan Utara diakui oleh Kepala BPPRD cukup besar sehingga upaya untuk pemungutan pajak alat besar/berat akan terus diupayakan.[6] Kontribusi cukup besar untuk mendongkrak pajak daerah. Meskipun pada pelaksanaannya, tidak semua daerah di Indonesia melakukan pungutan. Pungutan tidak bersifat nasional, artinya hanya daerah yang memiliki investasi terhadap Sumber Daya Alam (SDA) seperti Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Untuk di Kalimantan Utara, tahun 2018 Pemerintah Provinsi telah melakukan pungutan pajak alat berat sebesar Rp 3 Milyar, pelaksanaannya dilakukan secara Mobile karena bisa saja saat ditetapkan hari ini, besoknya objek pajak tersebut sudah tidak ada lagi di tempat. Dalam hal ini, keberadaan alat berat tersebut sangat tergantung dengan perusahaan penggunanya. Biasanya pindah-pindah, sehingga butuh kesabaran dan keaktifan pemerintah dalam melakukan aktivitas di lapangan. Hanya saja, hal yang perlu diperhatikan, untuk melakukan aktivitas tersebut, tentu membutuhkan biaya operasional. Jika tidak ada operasional, maka pengecekan langsung ke lapangan itu pasti akan sulit dilakukan.[7] Kontribusi pajak alat berat/besar sebagai pendongkrak pajak daerah bagi daerah yang memiliki investasi SDA memang benar adanya hal ini sama juga yang terjadi di Sumatera Selatan bahwa, salah satu pajak daerah yang berkontribusi dalam pendapatan asli daerah Sumatera Selatan ialah pajak kendaraan bermotor khususnya pajak kendaraan bermotor alat-alat berat. Dengan di berlakukannya Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif.[8]
Dalam implementasinya pungutan pajak pada umumnya masih mempunyai beberapa permasalahan atau kendala khususnya dalam hal pungutan pajak alat berat/besar di Kalimantan Utara. Ada kecenderungan beberapa perusahaan pemilik alat berat masih enggan membayar pajak, misalnya dengan alasan bahwa proses uji undang-undang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi yang kemudian berlanjut bahwa berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2017 lalu, pajak alat berat tidak dikategorikan dalam pajak kendaraan bermotor (PKB). Dalam Undang-undang Nomor 28Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan melihat kondisi di atas maka Hukum sangat berperan penting dalam mengatasi polemik dan dinamika pertentangan pengaturan pajak khususnya terkait dengan pungutan pajak kendaraan alat berat/besar. Menurut Leonard J. Theberge dalam tulisannya “Law and Economic Development” yang dikutip oleh Hermansyah dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia menjelaskan faktor utama berperannya hukum untuk mengatasi persaingan usaha tidak sehat yang berujung pada pembangunan ekonomi yang baik adalah ketika hukum mampu menciptakan “stability”, “predictability”, dan “fairness”.[9]
Berbagai studi tentang hubungan hukum dan pembangunan ekonomi menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa pembaruan hukum. Pembahasan makalah terkait “ANALISIS HUKUM PUNGUTAN PAJAK ALAT-ALAT BERAT/BESAR PADA PT. MANDIRI HERINDO ADIPERKASA UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN UTARA DI TANA TIDUNG” ini akan dikaji dengan pendekatan teori “Hukum dan Pembangunan Suatu bangsa (Law and Economic Development)” oleh Leonard J. Theberge.  

B.              Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam Karya Ilmiah ini adalah “Bagaimana hubungan hukum hasil pemungutan pajak alat-alat berat/besar pada PT. Mandiri Herindo Adiperkasa dengan pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara di Tana Tidung”

C.              Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk memahami dan mengetahui hubungan hukum hasil pemungutan pajak alat-alat berat/besar pada PT. Mandiri Herindo Adiperkasa kaitannya dengan pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara di Tana Tidung.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.              Teori Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi
Hukum dapat di implementasikan sebagai konsep penyelenggara pembangunan daerah. Peran hukum dalam tataran ini merupakan seperangkat aturan yang selalu dapat menjaga ketertiban dan lebih jauh lagi memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Selain itu, hukum memiliki peranan yang besar untuk memberikan peluang pembangunan ekonomi. Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum suatu daerah itu efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi.
Secara ringkas dari pandangan Burg seperti dikutip oleh Leonard J. Theberge dapat dikemukakan adanya lima kualitas yang terkandung dalam hukum berkenaan dengan pembangunan ekonomi. Ada pun kualitas yang dimaksudkan, pertama, stability (menjaga keseimbangan berbagai kepentingan dalam masyarakat), kedua, predictability (kemampuan melakukan forecasting tentang hukum (ekonomi) apa saja yang dibutuhkan di masa depan), ketiga, fairness (hukum harus dapat memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk menjadi pelaku ekonomi, education (hukum harus bersifat mendidik, membangkitkan kecerdasan dan inisiatif dalam berekonomi), dan yang kelima, the special abilities of the lawyers (dengan ditunjang pendidikan hukum yang memadai, para ahli hukum harus responsif terhadap kebutuhan Negara dalam pembangunan ekonomi).[10]

B.              Prinsip Ekonomi (Economy).
Prinsip ekonomi dalam pengenaan pajak ditekankan dalam dua hal yaitu bahwa pengenaan pajak perlu mempertimbangkan efisiensi pemungutan dan dampaknya terhadap perekonomian. Pertimbangan perlunya efisiensi dalam perpajakan tersebut, mengarahkan agar pemungutan pajak harus dapat menghasilkan penerimaan yang memadai dikaitkan dengan kebutuhan pemerintah untuk membiayai fungsi-fungsinya. Prinsip ini sekaligus mengisyaratkan pentingnya pertimbangan biaya dalam setiap pemungutan pajak. Hasil penerimaan pajak seharusnya lebih besar dari biaya pemungutannya. Pentingnya pertimbangan dampak pengenaan pajak terhadap perekonomian (pajak bersifat netral) juga dikemukakan oleh John F. Due dalam bukunya Government Finance: An Economic Analysis yang menekankan prinsip efisiensi ekonomi (the neutrality principle) dalam pengenaan pajak. Prinsip ini menekankan perlunya pertimbangan dampak pengenaan pajak terhadap kegiatan ekonomi. Pajak seharusnya bersifat netral, tidak mempengaruhi pilihan masyarakat untuk melakukan konsumsi dan juga tidak mempengaruhi pilihan produsen untuk menghasilkan barang-barang dan jasa, juga tidak mengurangi semangat orang untuk bekerja. Oleh karena itu pengalokasian sumber-sumber ekonomi dari sektor swasta ke sektor publik melalui pajak tidak menimbulkan distorsi ekonomi.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan penerimaan dari pajak, kebijakan perpajakan juga harus berdasarkan pada 5 prinsip perpajakan (Stiglitz, 2000):

1.                Efisiensi 
Sistem pajak yang diberlakukan tidak menyebabkan distorsi dalam perekonomian, bahkan seharusnya mampu mendorong tercapainya alokasi sumber daya yang efisien.

2.                Administrasi Yang Sederhana
Sistem pajak yang diberlakukan mempunyai biaya yang rendah dalam pelaksanaan administrasi, dan memberikan kemudahan dalam pemenuhan kewajiban dan pengajuan pengaduan oleh wajib pajak.

3.                Fleksibel
Sistem pajak yang diberlakukan mudah untuk dilakukan penyesuaian terhadap perubahan kondisi yang ada, baik kondisi ekonomi dan bukan ekonomi.

4.                Tanggung Jawab Publik
Sistem pajak yang diberlakukan harus transparan. Di mana sistem pajak dirancang sedemikian sehingga wajib pajak dapat memastikan apa dan berapa yang mereka bayar, serta dapat melakukan evaluasi terhadap akurasi sistem pajak tersebut yang merupakan wujud preferensi wajib pajak.

5.                Keadilan
Sistem pajak yang diberlakukan harus bersifat adil, wajib pajak dengan kondisi yang sama akan dikenakan pajak yang sama. Kemudian wajib pajak yang mempunyai kemampuan menanggung beban pajak yang tinggi akan dikenakan pajak yang tinggi pula. 
Sementara itu K.J Davey, memberikan beberapa kriteria umum tentang perpajakan yang pada dasarnya hampir sama dengan lima kriteria di atas. Namun ada satu kriteria tambahan dari Davey dan sangat penting, terutama dalam kaitan pelaksanaan pajak daerah yaitu: (Ismail, 2005). Kecukupan dan Elastisitas yaitu penerimaan dari suatu pajak harus menghasilkan penerimaan yang cukup besar sehingga diharapkan mampu membiayai sebagian atau keseluruhan biaya pelayanan yang akan dikeluarkan.
Selain berdasarkan kriteria umum perpajakan di atas, pemerintah dalam menetapkan kebijakan perpajakan khususnya dalam penetapan tarif pajak (tax rate) harus berdasar pada kemampuan membayar (ability to pay) dan kemauan membayar (willingness to pay) dari wajib pajak. Kedua hal tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap penerimaan pajak (tax revenue).[11]

C.              Pajak
Pajak merupakan pungutan yang bersifat politis dan strategis dan diakui secara konstitusional, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pajak adalah tumpuan utama bagi negara dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Pajak juga sangat menentukan bagi kelangsungan eksistensi pembangunan Negara di masa sekarang dan masa yang akan datang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar atau sumber devisa terbesar yang diandalkan oleh Negara. Pajak sendiri dapat diklasifikasikan atau di kelompokan dalam kriteria-kriteria tertentu. Pajak dapat dilihat dari segi administrasi yuridis serta titik tolak pemungutan atau penagihannya.

1.                  Teori Pajak
Beberapa hasil penelitian sebelumnya, telah panjang lebar menguraikan berbagai macam teori pajak, untuk itu, pada penelitian kali ini hanya akan membahas beberapa teori yang erat kaitannya dengan penelitian kali ini. Adapun beberapa teori yang mendukung Negara melakukan pemungutan pajak antara lain:
a.               Teori Asuransi 
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas untuk melindungi orang dari segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa juga harta bendanya. Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran premi, seperti halnya pembayaran asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan diperlukan berupa premi. Walaupun perbandingan dengan perusahaan asuransi tidak tepat karena dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari negara, serta antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini tetap di pertahankan, sekedar untuk memberi dasar hukum kepada pemungutan pajak. Karena pincangnya persamaan tadi, menimbulkan ketidakpuasan, pun karena ajaran bahwa pajak bukan retribusi maka makin lama semakin berkuranglah teori ini.
b.               Teori Kepentingan
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi kepentingan jiwa dan harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya. Maka sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk menunaikan kewajibannya dibebankan kepada mereka.
Terhadap teori ini banyak yang menyanggah, karena dalam ajarannya pajak dikacaukan dengan retribusi. Untuk kepentingan yang lebih besar terhadap harta benda yang lebih besar terhadap harta benda yang lebih banyak harganya daripada harta si miskin harus membayar pajak lebih besar dalam hal tertentu, misalnya dalam perlindungan yang termasuk jaminan sosial, sehingga sebagai konsekuensinya harus membayar pajak lebih banyak di mana hal inilah yang bertentangan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Untuk mengambil kepentingan seseorang dalam usaha pemerintah sebagai ukuran, sejak dahulu belum ada pengukurnya, sehingga sulit sekali dapat ditentukan dengan tegas sehingga makin lama teori ini pun semakin di tinggalkan.
c.               Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti 
Teori ini berdasarkan pada Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya kepada Negara. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara. Sejak berabad-abad hak ini telah diakui dan warga negara mengamininya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk pembayaran pajak. 
d.               Teori Asas Gaya Beli 
Teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau negara. Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak, hanya melihat kepada efeknya serta dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilan. Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara yang kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. 
Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu pun juga bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya sehingga teori ini lebih menitikberatkan ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak yakni fungsi mengatur. 
e.               Teori Asas Gaya Pikul 
Pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dipikul menurut gaya pikul setiap warga negara dan sebagai ukurannya dapat dipergunakan selain besarnya penghasilan dan kekayaan juga pengeluaran dan pembelanjaan seseorang. Sampai saat ini teori asas gaya pikul ini masih dipertahankan.[12]

2.               Asas Pemungutan Pajak
Masalah pajak tidaklah sederhana memindahkan dana dari masyarakat ke kas Negara. Pemungutan pajak dikenakan atas sebagian harta, kekayaan atau penghasilan seseorang atau sebagian keuntungan yang didapatkan oleh badan usaha berdasarkan wewenang pemerintah selaku pelaksana undang-undang perpajakan. Agar tidak menimbulkan akses dan gejolak dalam pelaksanaannya maka dalam penyusunan undang-undang dan peraturan perpajakan haruslah memperhatikan beberapa asas pemungutan pajak. Teori asas pemungutan pajak yang sangat terkenal dan dianut hingga saat ini salah satunya adalah teori “Four common of taxation” atau “The four maxims” yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya “An inquiry in to the nature and cause of the wealth of Nations”
a.                 Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan) 
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak (ability to payment), Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Keadilan di sini mengacu kepada konsep penerimaan dan pengorbanan yakni jika kita membayar pajak kepada negara maka negara akan memberikan manfaat kepada warganya walaupun timbal balik tersebut tidak dapat diberikan secara langsung.
b.                Asas Certainty (asas kepastian hukum) 
Pajak dipungut secara pasti tanpa kesewenang-wenangan dalam arti dalam melakukan pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Pajak bukanlah suatu asumsi namun pajak adalah suatu kepastian berapa yang harus dipungut dan dibayar oleh wajib pajak serta harus pasti pula ketentuan dan undang-undang sebagai payung hukum pelaksanaan pemungutan ini. 
c.                Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak tepat waktu) 
Asas ini disebut pula asas kesenangan, di mana pemungutan pajak harus dilakukan pada saat yang tepat dan pada saat yang tidak menyulitkan bagi wajib pajak. Sebagai contoh pada saat wajib pajak menerima penghasilan atau menerima hadiah, pada saat itulah saat yang tepat untuk memungut pajak darinya di mana sistem pemungutan ini disebut pay as you earn. 
d.                Asas Economy (asas ekonomis) 
Asas ini mengamanatkan bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak. Jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak yang timbul nilainya lebih besar dari pada hasil pemungutan pajaknya. 
Menurut Adam Smith, asas keadilan dalam pemungutan beban pajak pertama-tama hendaknya dibebankan kepada masyarakat yang bersangkutan. Apabila manfaat yang dinikmati tersebut tidak dapat dipakai untuk membagi beban pajak yang diperlukan, maka anggota masyarakat harus dikenakan pajak sebanding dengan kemampuan membayar masing-masing, yaitu sebanding dengan penghasilan yang diperolehnya berkat perlindungan pemerintah. 
Jika Adam Smith mengemukakan 4 (empat) asas dalam pemungutan pajak, maka W.J de Langen seorang ahli pajak kebangsaan Belanda menyebutkan 7 (tujuh) asas pokok perpajakan, (Bohari, 2010:42-430) yakni sebagai berikut : Asas Kesamaan, dalam arti bahwa seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak. Asas Daya Pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap wajib pajak hendaknya terkena beban pajak yang sama. Ini berarti orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, yang pendapatannya rendah dan pendapatannya di bawah basic need dibebaskan dari pajak. Asas Keuntungan Istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula. Asas Manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah. Asas Kesejahteraan, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa dengan adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada lain pihak menarik pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Asas Keringanan Beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapa pun tingginya kesadaran berwarganegara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya. Asas Keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam melaksanakan berbagai asas tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu diusahakan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan keadilan dan kepastian hukum. 
Adlof Wagner, pakar perpajakan lainnya mengatakan bahwa asas pemungutan pajak (Dwikora Harjo, 2013: 22-24) terdiri dari : Asas Politik Finansial Pajak yang dipungut oleh negara jumlahnya harus memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara, sehingga penyelenggaraan perpajakan harus teliti dan akurat menentukannya. Asas Ekonomi Penentuan objek pajak harus tepat. Misalnya objek pajak atas barang-barang mewah. Asas Keadilan Pungutan pajak harus berlaku secara umum tanpa adanya diskriminasi di antara satu wajib pajak dengan wajib pajak yang lain, dalam kondisi yang sama diperlakukan pungutan pajak yang sama pula. Asas Administrasi Asas ini menyangkut tentang masalah perpajakan (kapan, di mana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan berapa biaya pajak yang harus dikeluarkan. Asas Yuridis Asas ini mengharuskan setiap pemungutan pajak oleh pemerintah harus berdasarkan undang-undang.[13]

3.               Pengertian pajak
Pengertian pajak menurut Djajadiningrat Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan
sebagian daripada kekayaan kas Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
Menurut P. J. A. Adriani di dalam bukunya Het Belastingrecht, memberikan definisi pajak sebagai berikut: "Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang yang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan". 
Smeeths, mendefinisikan bahwa "Pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat di tunjukan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah". Kedua definisi tersebut menonjolkan fungsi budgeter (mengisi kas Negara) dari pajak sedangkan fungsi pajak yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi regulerend (mengatur). Soeparman Soemahamidjaja di dalam disertasinya yang berjudul Pajak Berlandaskan Asas Gotong Royong, mendefinisikan pajak sebagai "Iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi dari barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum". 
Selain iuran yang bersifat wajib berbentuk uang atau barang serta tujuan penggunaan hasil pemungutan pajak, definisi pajak juga memuat tentang pentingnya pajak bagi suatu Negara seperti yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro bahwa "Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan"
Sederhananya, Rochmat Soemitro melihat adanya peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang (alat paksa) dengan tidak mendapat imbalan (tegen prestatie) yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan juga sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan Negara.[14]
Jadi dari penjelasan di atas dapat dikutip pengertian pajak adalah “iuran masyarakat kepada Negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dan dapat di paksakan, yang kontra prestasinya tidak dapat dirasakan secara langsung”. Pajak yang dipungut digunakan sebagai alat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat. (Mardiasmo, 2009: 1).
Dari definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:
  1. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun daerah) berdasarkan kekuatan                 Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
  2. Dalam pembayaran pajak tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran                     pajak dengan kontra prestasi secara individu.
  3. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan kontra prestasi dari negara.
  4. Diperuntukkan bagi pengeluaran rutin pemerintah dan jika masih surplus digunakan                   untuk “public invesment”.
  5. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang                           memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang.
  6. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu mengatur.[15]

D.              Pajak Daerah
Sebagai salah satu komponen penerimaan PAD, potensi pungutan pajak daerah lebih banyak memberikan peluang bagi daerah untuk dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan dengan komponen-komponen penerimaan PAD lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama karena potensi pungutan pajak daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang jelas, baik ditinjau dari tataran teoritis, kebijakan, maupun dalam tataran implementasinya.[16]
UU N0. 28 Tahun 2009 tentang PDRD, sebagai pengganti dari UU N0. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 juga lebih mempertegas pengertian pajak dalam tataran pemerintahan yang lebih rendah (daerah), sebagai berikut: “Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”[17]

BAB III
PEMBAHASAN

A.              Sekilas Tentang PT. Mandiri Herindo Adiperkasa
PT Mandiri Herindo Adiperkasa (PT. MHA) merupakan perseroan terbatas yang bergerak dibidang jasa angkutan pertambangan sesuai dengan perijinan yang diperoleh, yaitu: Ijin Usaha Jasa Pertambangan No.659.K/30/DJB/2015 dengan Surat Keterangan Terdaftar No.969/30/DJB/2015 tentang pemberian izin usaha jasa pertambangan.
Didirikan melalui holding company pada tanggal 25 January 1994, dan berdomisili sekarang di The Bellezza - GP Office Tower Lantai 25, Jl. Letnan Jenderal Soepeno No. 34, Permata Hijau, Jakarta Selatan. PT Mandiri Herindo Adiperkasa pada awalnya merintis usaha dibidang jasa angkutan pertambangan PT ADARO di lokasi tambang ADARO-Paringin, Kalimantan Timur pada tahun 1994. Saat ini PT Mandiri Herindo Adiperkasa telah mengembangkan usahanya dengan memperoleh kontrak kerja untuk jasa angkutan batubara di beberapa lokasi pertambangan besar di Kalimantan, sebagaimana dalam tabele berikut:

PERIODE
URAIAN
KONSESI
KETERANGAN
1994-1997
Coal Hauling di Adaro Paringin
PT Adaro
Sub-cont PT PAMA
1994-2001
Coal Hauling di BBE Mahakam
PT Bukit Baiduri
Sub-cont PT Petrosea
1997-1999
Coal Hauling di BHP Arutmin
PT BHP
Sub-cont PT Petrosea
1999-Sekarang
Coal Hauling di Kideco Kab. Paser
PT Kideco Jaya Agung
Kontraktor
2001-Sekarang
Coal Hauling di Indominco, Bontang
PT Indominco
Sub-Count PT PAMA
2004-Sekarang
Coal Hauling di MIP, Sesayap
PT MIP
Kontraktor
2013-Sekarang
Coal Loading dan Hauling di Kideco-Batu Kajang
PT Kideco Jaya Agung
Sub-cont PT Sims Jaya Kaltim
2017-Sekarang
Coal Hauling di Indonesia Pratama Tabang
PT Indonesia Pratama (Bayan Resources)
Kontraktor
2017-Sekarang
Coal Loading dan Hauling di GBPC Block II, Muara Tae
PT Gunung Bayan Pratama Coal
Susb-cont PT SIMS Jaya Kaltim
2019-Sekarang
Coal Hauling di MultiTambangjaya Utama, Barito Selatan
PT Indika Indonesia Resources
Kontraktor

Untuk Visi PT Mandiri Herindo Adiperkasa adalah “Menjadi solusi dalam peningkatan jasa pengangkutan pertambangan mineral dan batu bara”. Sedangkan Misi adalah sebagai berikut:
1.              Meningkatkan jangkauan layanan jasa pengangkutan pertambangan mineral dan batu bara       dengan tercapainya kepuasan pelanggan;
2.               Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja sektor jasa pengangkutan pertambangan            mineral dan batu bara;
3.      Meningkatkan profesionalisme kerja secara berkelanjutan di sektor jasa pengangkutan pertambangan mineral dan batu bara;
4.        Meningkatkan kompetensi dan kinerja karyawan terhadap mutu / K3 / lingkungan kerja perusahaan;
5.         Meningkatkan kesehatan karyawan dan melestarikan lingkungan kerja demi kesejahteraan semua pihak terkait

Saat ini susunan jajaran Direksi PT Mandiri Herindo Adiperkasa adalah sebagai berikut:
1.                  Direktur Utama           : Yenny Hamidah Koean
2.                  Direktur                       : Handy Gliviro
3.                  Komisaris Utama        : Herman Kusnanto Kasih
4.                  Komisaris                    : Muhammad Akbar

PT Mandiri Herindo saat ini menerapkan sistem ISO 9001:2015 (Manajemen Mutu), ISO 14001:2015 (Lingkungan) dan OHSAS 18001:2007 (K3) telah kita dapatkan dari tanggal 25 November 2016. Sistem kerja kami juga sudah terintegrasi dengan aturan baru pemerintah yaitu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan Sistem Manajemen Kerja Pertambangan (SMKP).
Pada tanggal 18 Februari 2015, PT. MHA juga telah mengimplementasikan perangkat lunak SAP sebagai sistem informatika yang digunakan untuk bagian, Finance, HRD, Material Management dan Plant Maintenance.[18]

B.             Pajak Alat Berat/Besar PT. Mandiri Herindo Untuk Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Periode 2004-2019, Daerah Operasi Sesayap, Project MIP Kabupaten Nunukan. 
Pada awalnya Provinsi Kalimantan Utara masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur, sehingga segala yang terkait dengan pembayaran pajak khususnya alat berat/besar masih masuk kas daerah Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan informasi dan data yang disampaikan oleh Ibu Endang selaku Akunting Departemen Head PT Mandiri Herindo Adiperkasa, pada masa itu pemerintah Provinsi Kalimantan Timur aktif melakukan tagihan pajak pada setiap perusahaan kontraktor pertambangan, tanpa terkecuali PT Mandiri Herindo Adiperkasa. Keaktifan tersebut tercermin dalam bentuk surat pemberitahuan tagihan pajak yang telah jatuh tempo, meskipun harus diakui bahwa pada saat itu aturan tentang pajak alat berat/besar masih simpang siur dan banyak perusahaan kontraktor Batubara enggan melakukan pembayaran pajak dengan alasan masih tidak jelasnya aturan perpajakan. Adapun data pembayaran pajak alat berat/besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa adalah sebagai berikut:

Tabel: 01
Data Pembayaran Pajak Alat Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap, Project MIP, Kabupaten Nunukan 
Periode 2004-2013

TANGGAL
CBG
KETERANGAN
DEBET
28/01/2005
TARAKAN
PAJAK ALAT BERAT 2016
98,779,818
03/02/2005
TARAKAN
PAJAK ALAT BERAT 2016
98,779,812
08/03/2006
TARAKAN
PAJAK ALAT BERAT 2006-2007
35,543,625
03/07/2009
TARAKAN
PAJAK ALAT BERAT
50,000,000
01/04/2010
TARAKAN
PAJAK ALAT BERAT 2009
314,047,244
12/05/2011
TARAKAN
PAJAK ALAT BERAT
28,450,159
12/04/2013
TARAKAN
PAJAK ALAT BERAT 2012-2013
100,000,000
TOTAL
725,600,650

Pada saat wilayah bagian utara dari pulau Kalimantan menjadi provinsi tersendiri yang resmi disahkan menjadi Provinsi Kalimantan Utara dalam rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012. Kementerian Dalam Negeri menetapkan 11 (sebelas) daerah otonomi baru yang terdiri atas satu provinsi dan 10 (sepuluh) kabupaten, termasuk Kalimantan Utara pada hari Senin, 22 April 2013[19]. Provinsi Kalimantan Utara terdiri atas 5 (lima) wilayah administrasi dengan 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan. Ibukota Provinsi Kalimantan Utara terletak di Tanjung Selor, yang saat ini berada di Kabupaten Bulungan.
Sebagai provinsi baru, maka segala hal yang terkait dengan potensi pendapatan daerah aktif dilakukan termasuk pemungutan pajak alat berat/besar pada perusahaan kontraktor pertambangan, salah satunya PT Mandiri Herindo Adiperkasa. Hal ini ditandai dengan adanya surat tagihan PKB Alat Berat/Besar Atas nama PT. Mandiri Herindo Adiperkasa beserta lampiran periode dan rincian jumlah tagihan, dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tana Tidung. Berikut data tagihan pajak alat berat/besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa ketika peralihan dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Utara.

Tabel: 02
Data Tagihan Pajak Alat Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap, Project MIP, Kabupaten Nunukan 
Provinsi Kalimantan Utara

TANGGAL SURAT
JUMLAH TAGIHAN
PERIODE TAGIHAN
18 Februari 2016
25.313.400
23 Maret 2016
07 Januari 2016
111.387.161
14 Januari 2016
28 Februari 2018
27.569.235
27 Oktober 2017
27. 241. 636
14 Januari 2017 dan 2018
42.483.422
23 Maret 2017 dan 2018
29 Agustus 2018
114.726.778
2009 s/d 2018
7 Januari 2019
11.421.770
14 Januari 2019
18.355.496
23 Maret 2019
10 Juni 2019
4.174.800
25 Juni 2019
1.800.000
9 Juli 2019
1.940.000
20 Agustus 2019
Total Tagihan
386.413.698

Dari data yang tersaji pada tabel di atas dapat diketahui bahwa tagihan pajak alat berat/besar pada PT Mandiri Herindo Adiperkasa tetap dilakukan dengan konsisten meskipun pada saat itu masih dalam masa transisi perpindahan Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara. Hal itu dapat dilihat dari tahun tagihan yaitu 2016-2019 yang dilayangkan pada PT Mandiri Herindo Adiperkasa, untuk pajak alat berat/besar periode tagihan 2009-2019. Artinya pajak alat berat yang ditagihkan pada PT Mandiri Herindo Adiperkasa tidak dilakukan secara konsisten pada setiap tahun, ada ke tidak jelasan rujukan aturan yang digunakan, misalnya pada periode tagihan 2009 tagihan pajak tersebut apakah masuk kas daerah Provinsi Kalimantan Timur atau Provinsi Kalimantan Utara. Pajak ditagihkan pada tahun 2018 oleh Provinsi Kalimantan Utara untuk periode tahun 2009, sementara kita tahu bersama bahwa Provinsi Kalimantan Utara terbentuk tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012. Kemudian rujukan perhitungan yang digunakan mengacu pada aturan yang mana, sebab Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara tentang Pajak Daerah baru disahkan pada tahun 2016. Setidaknya ada beberapa rujukan perhitungan yang digunakan untuk periode tagihan pajak alat berat/besar 2009 yaitu Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 dan aturan turunannya termasuk Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 01 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan petunjuk pelaksananya berupa Peraturan Gubernur Nomor 07 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemugutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 08 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)[20]. Tidak jelasnya aturan yang digunakan dalam hal penagihan pajak alat berat/besar terhadap kontraktor atau pelaku usaha bidang pertambangan menimbulkan polemik dan banyak pihak perusahaan tidak mau melakukan pembayaran pajak alat bera/besar.
Namun demikian bagi PT. Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai perusahaan yang taat pajak dan punya tanggung jawab moral terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara, tetap taat dan patuh terhadap pembayaran pajak alat berat/besar di Provinsi Kalimantan Utara. Adapun data pembayaran pajak pada periode tagihan sebagai mana yang diuraikan di atas adalah sebagai berikut:

Tabel: 03
Data Pembayaran Pajak Alat Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap, Project MIP, Kabupaten Nunukan 
Periode 2009-2019

TANGGAL
UNTUK
DBET
KETERANGAN
17/02/2016
KASDA KALTARA
111.387.161
PAJAK ALAT BERAT 2016-2017
02/03/2016
KASDA KALTARA
25.313.400
PAJAK ALAT BERAT 2016
19/04/2018
KASDA KALTARA
42.483.422
PAJAK ALAT BERAT 2017-2019
19/04/2018
KASDA KALTARA
27.569.235
PAJAK ALAT BERAT 2017-2019
19/04/2018
KASDA KALTARA
27.241.636
PAJAK ALAT BERAT 2017-2019
27/09/2018
KASDA KALTARA
114.726.778
PAJAK ALAT BERAT 2009-2018
23/01/2019
KASDA KALTARA
11.421.770
PAJAK ALAT BERAT 2019
18/03/2019
KASDA KALTARA
18.355.496
PAJAK ALAT BERAT 2019
10/07/2019
KASDA KALTARA
4.174.800
PAJAK ALAT BERAT 2019
10/07/2019
KASDA KALTARA
1.800.000
PAJAK ALAT BERAT 2019
10/07/2019
KASDA KALTARA
1.940.000
PAJAK ALAT BERAT 2019
TOTAL = 386.413 698

Berdasarkan data yang tersaji pada tabel 1 dan 3 maka pajak alat berat/besar pada periode 2004-2019 yang telah dibayarkan pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara adalah sebagai berikut Rp. 1.112.014.348,-

C.            Analisis Pemungutan Pajak Alat Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa Terhadap Pembangunan Ekonomi Provinsi Kalimantan Utara.
Untuk mengetahui hubungan pemungutan pajak alat berat/besar dengan pembangunan
ekonomi suatu daerah maka setidaknya ada lima kriteria yang harus dipenuhi. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Burg seperti dikutip oleh Leonard J. Theberge. Dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia, diperlukan peranan serta pembaharuan hukum, institusi hukum dan profesi hukum. Mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi, yaitu “stabilitas” (stability), “prediksi” (preditability), “keadilan” (fairness), “pendidikan” (education), dan “pengembangan khusus dari sarjana hukum” (the special development abilities of the lawyer).[21]
Selanjutnya Burg mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua di atas ini merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi. Di sini “stabilitas” berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing dapat juga dimaknai untuk menjaga keseimbangan kepentingan dalam masyarakat. Sedangkan “prediksi” merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan ekonomi suatu negara. Ahli hukum memegang peranan yang cukup penting dalam upaya pembangunan dan pelaksanaan transaksi investasi yang dilaksanakan di suatu negara. Di Indonesia, peranan ahli hukum sedikit berbeda dengan peranan ahli hukum yang berada pada negara-negara maju. Dimana di Indonesia, ahli hukum kurang begitu berperan dalam proses pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.[22]

1.             Bukti Kongkrit Menjalankan “Fungsi Stabilitas” Guna Pembangunan Ekonomi Di Provinsi Kalimantan Utara
Peran atau kontribusi yang diberikan oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa melalui pemungutan pajak alat-alat berat/besar terhadap pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara yaitu dengan patuh menunaikan kewajibannya sebagai objek pajak.  Hal ini dibuktikan dengan konsisten menunaikan kewajiban pajak alat berat/besar sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2019. Tindakan tersebut patut mendapatkan apresiasi karena telah menjalankan Konstitusi dan mandat perundang-undangan yang juga dapat dimaknai telah menjalankan hukum dengan benar. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum berfungsi menyediakan jalur yang menunjang pembangunan suatu bangsa terlebih pembangunan ekonominya. Sehingga demikian hukum tak dapat dimaknai secara definitif melainkan secara fungsional juga.[23]
Kepatuhan dalam pelaksanaan pembayaran pajak alat berat/besar oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa, sudah sesuai dengan keinginan yang diterapkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang diwujudkan dalam aturan perpajakan, hal ini sekaligus mengkonfirmasi pendapat Rochmat Soemitro, bahwa pemerintah menciptakan suatu norma yang mengatur kehidupan masyarakat pada aspek ekonomi sebagai suatu wujud dari masyarakat.[24]
Penerapan pajak oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan aturan yang jelas sesuai mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan terhadap para pelaku usaha seperti PT Mandiri Herindo Adiperkasa yang kemudian diterjemahkan ke dalam pelaksanaan dan kepatuhan membayar pajak sebagaimana yang dilakukan sejak awal beroperasi di daerah Provinsi Kalimantan Utara hingga saat ini, jika dikaitkan dengan pendekatan teori “Law and Economic Development” yang digagas oleb Burg erat kaitannya dengan prinsip Stability (menjaga keseimbangan berbagai kepentingan dalam masyarakat).
PT Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai pelaku usaha yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Utara sangat memahami betapa pentingnya menjaga keseimbangan baik dengan lingkungan, masyarakat maupun pemerintah, merupakan satu kesatuan yang keberadaannya saling mendukung. Jika terjadi ketimpangan pada satu sisi, maka masalah, cepat atau lambat akan muncul. Pelaku usaha harus bisa menyesuaikan diri dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah demikian juga pelaku usaha dan masyarakat serta lingkungan setempat, harus mampu memahami dan dapat memberikan kontribusi yang nyata pada masyarakat dan lingkungan setempat agar tercipta keseimbangan, maka dengan demikian patuh terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini patuh terhadap pembayaran pajak alat berat/besar, sama halnya telah melakukan “Stability” yang sekaligus telah menjalankan peran hukum dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara.

2.                  Perubahan Wilayah Administratif Dari Provinsi Kalimantan Timur Menjadi Kalimantan Utara Telah Diprediksi Akan Membawah Perubahan Aturan, Tata Kelola Maupun Perubahan Sosial.
Pengamatan (predictability) dapat dipahami melalui langkah pengamatan terhadap kemampuan hukum berkenan dengan hasil dari suatu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah pusat atau daerah, badan hukum atau orang perseorangan. Apa yang dapat dilakukan oleh hukum setelah dilakukannya suatu kebijakan, tindakan dan perbuatan hukum, inilah yang kurang lebih dimaksudkan dengan kegiatan meramal (predictability) dari hukum. Perihal prediktabilitas hukum tampaknya perlu pula diperbandingkan dengan fungsi hukum di masa depan. Pandangan yang paling populer dan banyak dikutip berkenaan dengan fungsi hukum di masa depan adalah yang dikemukakan oleh Roscoe Pound. Pandangan mantan Dekan Harvard Law School itu dikemas dalam konsep the law as tool of social engeneering. Konsep the law as a tool of social engineering, selain dari pemahaman bahwa konsep itu memiliki padanan dalam bahasa Indonesia; hukum sebagai sarana perubahan sosial. Dalam padanan ini tampak bahwa hukum dapat difungsikan sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial yang diinginkan. Dengan kondisi seperti itu dapatlah dimaklumi jika di dalamnya terdapat berbagai kepentingan antara satu dengan yang lainnya tidak selalu berjalan selaras. 
Setidaknya pandangan inilah yang kemudian diterapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Utara, memandang sangat penting untuk memiliki suatu mekanisme yang berfungsi dan dapat menciptakan keseimbangan terhadap kepentingan-kepentingan individu, masyarakat, pelaku usaha maupun daerah itu sendiri. Daerah perlu memiliki suatu program untuk pembangunan demi kesejahteraan sosial dalam berbagai bidang. Secara spesifik program itu menyasar dapatnya dibangun suatu tatanan sosial yang dapat memberikan kepastian hukum baik dalam kemasan peraturan daerah maupun kebijakan pemerintah daerah. Hal ini diyakini dapat memberikan kepastian untuk semua golongan, bahwa mereka dapat menikmati jaminan perubahan tatanan sosial yang dimaksud. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Utara meyakini bahwa hukum dapat menciptakan faktor-faktor yang kondusif bagi perubahan yang dikehendaki. Hukum dapat berfungsi sebagai agen penyeimbang terhadap berbagai konflik kepentingan dan menjadi sarana perubahan sosial….it is generally recognized that legislation does create healthy conditions for such changes…. that law comes into play act as an agency balancing conflicting interests and becomes a tool for social engineering. Dengan konsep law as a tool of social engineering atau apa yang juga disebut dengan Doctrine of Social Engineering, pencetusnya (Roscoe Pound) bertujuan mengkaryakan hukum membangun struktur masyarakat yang efisien. Dalam pengertian struktur yang menghasilkan masyarakat dengan tingkat kepuasan maksimum dan sebaliknya dengan friksi serta pemborosan yang minimum.
PT Mandiri Herindo Adiperkasa, sebagai salah satu perusahaan yang cukup berpengalaman, karena memiliki proyek di berbagai wilayah dituntut mempunyai kemampuan melakukan pengamatan hukum berkenaan dengan hasil dari suatu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah pusat maupun daerah, badan hukum maupun perorangan. Mengantisipasi setiap perubahan kebijakan karena adanya perubahan wilayah administratif dari Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara yang sudah pasti membawah perubahan aturan, tata kelola maupun perubahan sosial.
Antisipasi perubahan tersebut telah di uraikan di atas, adanya perubahan administrasi wilayah dari Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara sekaligus mengubah aturan maupun kebijakan perpajakan di suatu daerah. Salah satu contoh perubahannya adalah rujukan aturan penagihan pajak alat berat/besar ketika masih Provinsi Kalimantan Timur mengacu pada Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 dan aturan turunannya termasuk Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 01 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan petunjuk pelaksananya berupa Peraturan Gubernur Nomor 07 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemugutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 08 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Pada tahap ini PT Mandiri Herindo Adiperkasa telah memenuhi kewajiban pajaknya dari tahu 2004-2013.[25] Namun ketika Provinsi Kalimantan Utara terbentuk, PT Mandiri Herindo Adiperkasa mendapat surat tagihan pajak yang dilayangkan sekitar tahun 2018 yang salah satu isinya mengenai tunggakan pajak dari tahun 2009-2018. Seperti yang telah diuraikan di atas provinsi Kalimantan Utara terbentuk pada tahun 2012 dan mempunyai Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah pada tahun 2016, maka dengan demikian tagihan pajak 2009 yang dilayangkan pada PT Mandiri Herindo Adiperkasa merupakan dampak perubahan administrasi kewilayahan dan perubahan aturan perpajakan yang membawa tatanan perubahan sosial. Namun demikian bagi PT. Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai perusahaan yang taat pajak dan punya tanggung jawab moral terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara, tetap taat dan patuh terhadap kebijakan maupun aturan di Provinsi Kalimantan Utara.

3.                  PT Mandiri Herindo Adoperkasa Dalam Hal Menjalankan Fungsi Fairnes, Education and the special abilities of the lawyers.
Keberadaan PT Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai pelaku ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara dapat memberikan kontribusi pada daerah, salah satunya melalui pajak kendaraan alat berat/ besar. Hal ini dilakukan oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa sejak awal perusahaan tersebut beroperasi. Ketika itu daerah dan tempat operasi PT Mandiri Herindo Adiperkasa masuk wilayah administrasi Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Berdasarkan data yang diperoleh, sebagaimana yang telah disajikan di atas, PT Mandiri Herindo Adiperkasa melaksanakan kewajiban pajak alat berat/besar yang terkonfirmasi sejak tahun 2004-2013. Pada saat itu setoran pajak alat berat/besar masuk kas daerah pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara maka PT Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai perusahaan yang taat pajak tetap melaksanakan kewajibannya dengan menyetorkan pajak alat berat/besar pada kas daerah Provinsi Kalimantan Utara di Tana Tidung hingga saat ini tahun 2019. 
Meskipun pada saat awal dan hingga saat ini bahwa keberadaan aturan pajak masih menjadi persoalan yang serius yang ditengarai ada kekeliruan pemahaman hingga berujung pada Mahkamah Konstitusi, yang kemudian hal tersebut memicu sebagian besar perusahaan yang beroperasi di Provinsi Kalimantan Utara urung membayar pajak alat berat/ besar sebagaimana terkonfirmasi dari pernyataan Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kalimantan Utara, yang menyatakan bahwa Tahun 2018, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kalimantan Utara berhasil mendapatkan penerimaan daerah sebesar Rp 3 miliar dari pajak kendaraan alat berat. Namun demikian, BPPRD Kalimantan Utara, merasa penerimaan tersebut belum maksimal. Peluang pungutan pajak alat berat di Kalimantan Utara,  terbilang cukup tinggi. Mengingat banyak investasi-investasi penggalian dan pertambangan yang beroperasi. Termasuk proyek pengerjaan infrastruktur. Tunggakan dan potensinya tahun lalu sekitar Rp 19 miliar. Tetapi yang membayar atau diterima Rp 3 miliar. Faktor utama masih rendahnya penerimaan dari pajak alat berat karena kekeliruan penafsiran hukum oleh sejumlah perusahaan pemilik alat berat terhadap amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XV/2017. Amar putusannya, mengabulkan gugatan PT Tunas Jaya Pratama, PT Mappasindo, dan PT Gunungbayan Pratamacoal perihal uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kepala BPPRD berpendapat, walau amar putusan MK sudah keluar, perusahaan pemilik alat berat tetap membayar pajak alat beratnya. Sebab salah satu diktum amar putusan MK itu memerintahkan Pemerintah dan DPR RI dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan perubahan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sampai saat ini Pemerintah dan DPR RI belum mengubah undang-undang tersebut. Memang dalam amar putusannya, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut harus diubah. Artinya jika belum diubah, maka masih tetap berlaku pajak alat berat”.[26]
Meski demikian bagi PT Mandiri Herindo Adiperkasa bahwa kewajiban pajak tetap ditunaikan, tidak hanya semata-mata bahwa itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab namun jauh di dalamnya ada suatu kewajiban moral yang ikut membangun provinsi termudah di Indonesia tersebut. 
Hal lain yang dilakukan oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai pelaku ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara adalah membuka lapangan kerja dengan prioritas masyarakat lokal, dapat dilihat pada berapa jumlah karyawan/ masyarakat lokal yang bekerja di PT Mandiri Herindo Adiperkasa. Ikut serta meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat, baik membuka kesempatan untuk bekerja di PT Mandiri Herindo Adiperkasa maupun melalui program-program CSR yang dilakukan oleh perusahaan pada masyarakat setempat. Menghasilkan produk, baik itu barang maupun jasa serta berperan sebagai pemasok di pasar barang/jasa, lembaga keuangan (perbankan) ataupun pembiayaan serta dengan sendirinya terlibat dalam roda pembangunan ekonomi daerah setempat. 
BAB IV
KESIMPULAN
          
Pembangunan ekonomi di suatu negara, secara khusus di Indonesia, bahwa hukum memiliki peranan yang besar untuk memberi peluang pembangunan ekonomi. Leonard J. Theberge dalam “Law and Economic Development” menyatakan bahwa terdapat dua unsur kualitas dari hukum yang harus dipenuhi supaya sistem ekonomi berfungsi pertama, “stabilitas” (stability), dimana hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kedua, “meramalkan” (predictability), berfungsi untuk meramalkan akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial dan tradisional. Namun, diantara kedua unsur itu penting pula diperhatikan aspek “keadilan” (fairness) seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah, yang diperlukan untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.
          Demikian pula halnya apa yang telah dilakukan oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa, telah ikut ambil bagian dalam hal ikut melakukan pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara dengan aktif dan patuh terhadap pembayaran pajak alat berat besar. Hal-hal yang menjadi syarat dan fungsi pembangunan ekonomi suatu daerah telah dilaksanakan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bonatua Mangaraja Sinaga, 2010. “Analisis Four Canons Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap   Alat-Alat Berat Dan Besar (Studi Kasus Di Provinsi Kalimantan Timur)”, Tesis, Universitas Indonesia.

Dwi Ratna Indri Hapsari, 2018, “Hukum Dalam Mendorong Dinamika Pembangunan Perekonomian Nasional Ditinjau Dari Prinsip Ekonomi Kerakyatan”, Legality, ISSN: 2549-4600, Vol.26, No.2, September 2018-Februari 2019, hlm. 242.

Fadila Sagita, 2013, “Peranan Pajak Kendaraan Alat Berat Dalam Penerimaan Pajak Daerah Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendapatan Kabupaten Kampar Dinas Pendapatan Provinsi Riau”, Tugas Akhir, Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, hal. 22-23.

Hermansyah, 2008, “Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, cetakan ke-1, Jakarta: Penerbit Kencana, hlm. 5.



Jafar Nurdin Siradjah, 2014, “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD Samsat Wilayah Maros”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hal. 13-14.

Julio Alfa Romario Sopacua, 2018, “Revitalisasi Pemungutan Pajak Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah Di Provinsi Maluku (Studi Terhadap Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor)”, TESIS, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Hal. 47-48.

Kadek Sukrainisih dan Icha Fajriana, “Analisis Kontribusi Pemungutan Pajak Alat-Alat Berat Dalam Meningkatkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Di Provinsi Sumatera Selatan”, Hal. 2. http://eprints.mdp.ac.id/2301/1/Jurnal%202014210089.pdf, di akses tanggal 10 Agustus 2019.

Muhamad Arfan, Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Pajak Alat Berat di Kalimantan Utara Tersendat, Masih Ada Menunggak Sekitar Rp 19 Miliar. https://kaltim.tribunnews.com/2019/02/14/pajak-alat-berat-di-kalimantan-utara-tersendat-masih-ada menunggak-sekitar-rp-19-miliar, diakses tanggal 15 Agustus 2019.

Muhamad Arfan, 2018, Potensi Pajak Kendaraan Alat Berat Miliaran di Kaltara tak Bisa Ditarik, Ini Kendalanya”, https://kaltim.tribunnews.com/2018/08/20/potensi-pajak-kendaraan-alat-berat-miliaran-di-kaltara-tak-bisa-ditarik-ini-kendalanya, diakses tanggal 10 Agustus 2019.

Penarikan Pajak Alat Berat Masih Dilakukan, https://kaltara.prokal.co/read/news/26572-penarikan-pajak-alat-berat-masih-dilakukan.html, diakses tanggal 10 Agustus 2019.

Putu Sudarma Sumadi, 2018, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Paramita, Denpasar, hal. 41.


Purwanto, dkk, 2014, “Imlementasi Pemungutan Pajak Alat-Alat Berat/Besar Pada Dinas Pendapatan Daearah Provinsi Kalimanatan Timur di Samarinda”, eJournal  Administrative R Sosilawati, dkk, 2017, “Singkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Kalimantan”, Jakarta: Pusat Pemograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sukardi, 2016, “Peran Penegakan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Jurnal Hukum & Pembangunan, Tahun ke-46, Nomor 4 Oktober-Desember, 2016, hal. 435.

Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah







[1] Sosilawati, dkk, 2017, Singkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Kalimantan, Pusat Pemograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta, hal. 18
[2] Sukardi, 2016, “Peran Penegakan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Jurnal Hukum & Pembangunan, Tahun ke-46, Nomor 4 Oktober-Desember, 2016, hal. 435.
[3] Baca penjelasan umum Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah, hal. 1
[4] Baca konsideran Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah, hal. 1
[5] Baca Pasal 1 angka 13 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara dan Pasal 1 angka 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menyebutkan Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air, hal. 3
[6] Muhamad Arfan, 2018, Potensi Pajak Kendaraan Alat Berat Miliaran di Kaltara tak Bisa Ditarik, Ini Kendalanya”, https://kaltim.tribunnews.com/2018/08/20/potensi-pajak-kendaraan-alat-berat-miliaran-di-kaltara-tak-bisa-ditarik-ini-kendalanya, diakses tanggal 10 Agustus 2019.
[7] Penarikan Pajak Alat Berat Masih Dilakukan, https://kaltara.prokal.co/read/news/26572-penarikan-pajak-alat-berat-masih-dilakukan.html, diakses tanggal 10 Agustus 2019.
[8] Kadek Sukrainisih dan Icha Fajriana, “Analisis Kontribusi Pemungutan Pajak Alat-Alat Berat Dalam Meningkatkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Di Provinsi Sumatera Selatan”, Hal. 2. http://eprints.mdp.ac.id/2301/1/Jurnal%202014210089.pdf, di akses tanggal 10 Agustus 2019.
[9] Hermansyah, 2008, “Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, cetakan ke-1, Jakarta: Penerbit Kencana, hlm. 5.
[10] Putu Sudarma Sumadi, 2018, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Paramita, Denpasar, hal. 41.
[11] Bonatua Mangaraja Sinaga, 2010. Analisis Four Canons Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap   Alat-Alat Berat Dan Besar (Studi Kasus Di Provinsi Kalimantan Timur)”,
[12] Jafar Nurdin Siradjah, 2014, “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD Samsat Wilayah Maros”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hal. 13-14.
[13] Ibid
[14] Julio Alfa Romario Sopacua, 2018, “Revitalisasi Pemungutan Pajak Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah Di Provinsi Maluku (Studi Terhadap Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor)”, TESIS, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Hal. 47-48.
[15] Fadila Sagita, 2013, “Peranan Pajak Kendaraan Alat Berat Dalam Penerimaan Pajak Daerah Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendapatan Kabupaten Kampar Dinas Pendapatan Provinsi Riau”, Tugas Akhir, Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, hal. 22-23.
[17] Ibid
[18] Data tentang PT Mandiri Herindo Adiperkasa didapatkan dari Andri Himawan Manager Pemasaran PT Mandiri Herindo Adiperkasa, pada tanggal 10 Agustus 2019
[22] Ibid
 [24] Ibid, Dwi Ratna Indri Hapsari, hal. 242
[25] Lihat Tabel: 01, Data Pembayaran Pajak Alat Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap, Project MIP, Kabupaten Nunukan Periode 2004-2013
[26] Muhamad Arfan, Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Pajak Alat Berat di Kalimantan Utara Tersendat, Masih Ada Menunggak Sekitar Rp 19 Miliar. https://kaltim.tribunnews.com/2019/02/14/pajak-alat-berat-di-kalimantan-utara-tersendat-masih-ada menunggak-sekitar-rp-19-miliar, diakses tanggal 15 Agustus 2019.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar