Oleh:
F A D L I
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Rencana pulau Kalimantan
sebagai ibu kota Indonesia semakin sering terdengar, sehingga tidak berlebihan
jika setiap provinsi yang ada di pulau yang memang kaya akan sumber daya alam
tersebut seakan berlomba-lomba menyiapkan sebaik mungkin sarana dan prasarana pendukung
yang dibutuhkan, tanpa terkecuali Provinsi Kalimantan Utara.
Kalimantan Utara merupakan
provinsi termuda di antara provinsi lainnya yang ada di pulau Kalimantan, bahkan
saat ini menjadi provinsi termuda di Indonesia, terus berupaya meningkatkan
sumber pendapatan daerahnya. Salah satunya melalui pungutan pajak daerah. Awalnya
provinsi Kalimantan Utara merupakan bagian dari provinsi Kalimantan Timur,
resmi disahkan menjadi provinsi dalam rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 25
Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012.[1] Kementerian Dalam Negeri
menetapkan 11 (sebelas) daerah otonomi baru yang terdiri atas satu provinsi dan
10 (sepuluh) kabupaten, termasuk Kalimantan Utara pada hari Senin, 22 April
2013. Provinsi Kalimantan Utara terdiri atas 5 (lima) wilayah administrasi
dengan 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten Bulungan,
Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan.
Ibukota Provinsi Kalimantan Utara terletak di Tanjung Selor, yang saat ini
berada di Kabupaten Bulungan.
Untuk mengejar
ketertinggalan dari provinsi-provinsi lain yang berada di Pulau Kalimantan,
maka pemerintah daerah terus berupaya memaksimalkan potensi pendapatan yang
berada didaerahnya guna percepatan proses pembangunan. Tentunya hal tersebut
harus didukung perangkat hukum dan pembangunan ekonomi “Law and Economic
Development”. Hukum dapat di implementasikan sebagai konsep penyelenggara
pembangunan daerah, menempatkan hukum sebagai panglima dalam rangka mewujudkan
tujuan Negara. Hukum adalah supreme yang harus ditaati oleh setiap warga
Negara dan harus ditegakkan oleh Negara dalam rangka kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat.[2] Peran hukum dalam tataran
ini merupakan seperangkat aturan yang selalu dapat menjaga ketertiban dan lebih
jauh lagi memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Selain itu, hukum memiliki peranan yang besar untuk memberikan
peluang pembangunan ekonomi.
Untuk
dapat memenuhi kebutuhan dan target yang dicanagkan oleh Pemerintah Daerah agar
terwujudnya pembangunan di Kalimantan Utara memang dibutuhkan suatu aturan dan
keadaan yang cukup kondusif di mana hukum dan pembangunan dapat saling membantu
satu sama lain, kondisi ini sangat dibutuhkan bagi daearh yang sedang
giat-giatnya melakukan pembangunan ekonomi. Peranan hukum dalam pembangunan
ekonomi suatu daerah merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan
keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum suatu daerah itu
efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun,
sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat
dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi.
Menyikapi
kondisi tersebut, dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah bahwa
tiap-
tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk penyelenggaraan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah harus didasarkan pada undang-undang. Selama ini pungutan daerah yang berupa pajak diatur dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Sesuai dengan undang-undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 4 (empat) jenis pajak provinsi dan selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Undang-undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk keempat jenis pajak tersebut. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah menetapkan lebih rinci ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 4 (empat) jenis pajak tersebut menetapkan tarif pajak yang seragam terhadap seluruh jenis pajak provinsi.[3]
tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk penyelenggaraan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah harus didasarkan pada undang-undang. Selama ini pungutan daerah yang berupa pajak diatur dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Sesuai dengan undang-undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 4 (empat) jenis pajak provinsi dan selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Undang-undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk keempat jenis pajak tersebut. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah menetapkan lebih rinci ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 4 (empat) jenis pajak tersebut menetapkan tarif pajak yang seragam terhadap seluruh jenis pajak provinsi.[3]
Selanjutnya,
pemerintah daerah melihat bahwa setiap tambahan penerimaan merupakan sumber
penggerak ekonomi dan pembangunan. Keberhasilan pembangunan daerah sangat
didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat yaitu pembayaran pajak.
Secara ekonomi, pemungutan pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan
untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Dalam
pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah Provinsi Kalimantan
Utara menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah
sebagai dasar pemungutan pajak daerah di Provinsi Kalimantan Utara. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang
nyata, dinamis dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di
Provinsi Kalimantan Utara. Kebijakan pajak daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan peran serta masyarakat dan
akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.[4]
Berbekal
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah, Pemerintah Daerah
melalui Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Tana Tidung, giat menerapkan pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) kepada
perusahaan pemilik alat berat/besar termasuk perusahaan yang bergerak dibidang
Kontraktor Batu Bara tanpa terkecuali PT. MANDIRI HERINDO ADIPERKASA.
Sesuai Pasal
1 angka 13 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016
tentang Pajak Daerah menyebutkan “Kendaraan Bermotor adalah
semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan
darat, dan di gerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya
yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga
gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan
alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak
melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air”.
Pengertian yang sama dapat ditemukan juga pada Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah[5].
Dari pengertian pasal
yang telah di uraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa alat berat/besar
merupakan obyek pajak kendaraan bermotor yang diwajibkan melaksanakan
pembayaran pajak kendaraan bermotor menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016.
Potensi maupun kontribusi
pemungutan pajak alat berat/besar di Kalimantan Utara diakui oleh Kepala BPPRD
cukup besar sehingga upaya untuk pemungutan pajak alat besar/berat akan terus
diupayakan.[6]
Kontribusi cukup besar untuk mendongkrak pajak daerah. Meskipun pada
pelaksanaannya, tidak semua daerah di Indonesia melakukan pungutan. Pungutan
tidak bersifat nasional, artinya hanya daerah yang memiliki investasi terhadap
Sumber Daya Alam (SDA) seperti Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Untuk di
Kalimantan Utara, tahun 2018 Pemerintah Provinsi telah melakukan pungutan pajak
alat berat sebesar Rp 3 Milyar, pelaksanaannya dilakukan secara Mobile karena
bisa saja saat ditetapkan hari ini, besoknya objek pajak tersebut sudah tidak
ada lagi di tempat. Dalam hal ini, keberadaan alat berat tersebut sangat
tergantung dengan perusahaan penggunanya. Biasanya pindah-pindah, sehingga
butuh kesabaran dan keaktifan pemerintah dalam melakukan aktivitas di lapangan.
Hanya saja, hal yang perlu diperhatikan, untuk melakukan aktivitas tersebut,
tentu membutuhkan biaya operasional. Jika tidak ada operasional, maka
pengecekan langsung ke lapangan itu pasti akan sulit dilakukan.[7]
Kontribusi pajak alat berat/besar sebagai pendongkrak pajak daerah bagi daerah
yang memiliki investasi SDA memang benar adanya hal ini sama juga yang terjadi
di Sumatera Selatan bahwa, salah satu pajak daerah yang
berkontribusi dalam pendapatan asli daerah Sumatera Selatan ialah pajak kendaraan
bermotor khususnya pajak kendaraan bermotor alat-alat berat. Dengan di berlakukannya
Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena
daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya
peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif.[8]
Dalam implementasinya
pungutan pajak pada umumnya masih mempunyai beberapa permasalahan atau kendala
khususnya dalam hal pungutan pajak alat berat/besar di Kalimantan Utara. Ada
kecenderungan beberapa perusahaan pemilik alat berat masih enggan membayar
pajak, misalnya dengan alasan bahwa proses uji undang-undang sedang berlangsung
di Mahkamah Konstitusi yang kemudian berlanjut bahwa berdasarkan
amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2017 lalu, pajak alat berat
tidak dikategorikan dalam pajak kendaraan bermotor (PKB). Dalam Undang-undang
Nomor 28Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinilai
bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan melihat kondisi di atas maka Hukum sangat berperan penting dalam mengatasi polemik dan
dinamika pertentangan pengaturan pajak khususnya terkait dengan pungutan pajak
kendaraan alat berat/besar. Menurut Leonard J. Theberge dalam tulisannya “Law
and Economic Development” yang dikutip oleh Hermansyah dalam bukunya yang
berjudul Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia menjelaskan faktor
utama berperannya hukum untuk mengatasi persaingan usaha tidak sehat yang
berujung pada pembangunan ekonomi yang baik adalah ketika hukum mampu menciptakan
“stability”, “predictability”, dan “fairness”.[9]
Berbagai
studi tentang hubungan hukum dan pembangunan ekonomi menunjukkan bahwa
pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa pembaruan hukum. Pembahasan
makalah terkait “ANALISIS HUKUM PUNGUTAN PAJAK ALAT-ALAT BERAT/BESAR PADA PT.
MANDIRI HERINDO ADIPERKASA UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI KALIMANTAN UTARA
DI TANA TIDUNG” ini akan dikaji dengan pendekatan teori “Hukum dan
Pembangunan Suatu bangsa (Law and Economic Development)” oleh Leonard J.
Theberge.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam Karya
Ilmiah ini adalah “Bagaimana hubungan hukum hasil pemungutan pajak alat-alat
berat/besar pada PT. Mandiri Herindo Adiperkasa dengan pembangunan ekonomi di
Provinsi Kalimantan Utara di Tana Tidung”
C. Maksud dan Tujuan
Maksud
dan tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk memahami dan mengetahui hubungan
hukum hasil pemungutan pajak alat-alat berat/besar pada PT. Mandiri Herindo
Adiperkasa kaitannya dengan pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara di
Tana Tidung.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi
Hukum dapat di
implementasikan sebagai konsep penyelenggara pembangunan daerah. Peran hukum
dalam tataran ini merupakan seperangkat aturan yang selalu dapat menjaga
ketertiban dan lebih jauh lagi memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan
keadilan. Selain itu, hukum memiliki peranan
yang besar untuk memberikan peluang pembangunan ekonomi. Peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan
keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum suatu daerah itu
efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun, sebaliknya
jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat dipastikan akan
berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi.
Secara ringkas dari
pandangan Burg seperti dikutip oleh Leonard J. Theberge dapat
dikemukakan adanya lima kualitas yang terkandung dalam hukum berkenaan dengan
pembangunan ekonomi. Ada pun kualitas yang dimaksudkan, pertama, stability
(menjaga keseimbangan berbagai kepentingan dalam masyarakat), kedua, predictability
(kemampuan melakukan forecasting tentang hukum (ekonomi) apa saja yang
dibutuhkan di masa depan), ketiga, fairness (hukum harus dapat
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk menjadi pelaku
ekonomi, education (hukum harus bersifat mendidik, membangkitkan
kecerdasan dan inisiatif dalam berekonomi), dan yang kelima, the special
abilities of the lawyers (dengan ditunjang pendidikan hukum yang memadai,
para ahli hukum harus responsif terhadap kebutuhan Negara dalam pembangunan ekonomi).[10]
B. Prinsip Ekonomi (Economy).
Prinsip ekonomi dalam
pengenaan pajak ditekankan dalam dua hal yaitu bahwa pengenaan pajak perlu
mempertimbangkan efisiensi pemungutan dan dampaknya terhadap perekonomian.
Pertimbangan perlunya efisiensi dalam perpajakan tersebut, mengarahkan agar
pemungutan pajak harus dapat menghasilkan penerimaan yang memadai dikaitkan
dengan kebutuhan pemerintah untuk membiayai fungsi-fungsinya. Prinsip ini
sekaligus mengisyaratkan pentingnya pertimbangan biaya dalam setiap pemungutan
pajak. Hasil penerimaan pajak seharusnya lebih besar dari biaya pemungutannya.
Pentingnya pertimbangan dampak pengenaan pajak terhadap perekonomian (pajak
bersifat netral) juga dikemukakan oleh John F. Due dalam bukunya Government
Finance: An Economic Analysis yang menekankan prinsip efisiensi ekonomi (the
neutrality principle) dalam pengenaan pajak. Prinsip ini menekankan
perlunya pertimbangan dampak pengenaan pajak terhadap kegiatan ekonomi. Pajak
seharusnya bersifat netral, tidak mempengaruhi pilihan masyarakat untuk melakukan
konsumsi dan juga tidak mempengaruhi pilihan produsen untuk menghasilkan
barang-barang dan jasa, juga tidak mengurangi semangat orang untuk bekerja.
Oleh karena itu pengalokasian sumber-sumber ekonomi dari sektor swasta ke
sektor publik melalui pajak tidak menimbulkan distorsi ekonomi.
Selain itu, dalam upaya
meningkatkan penerimaan dari pajak, kebijakan perpajakan juga harus berdasarkan
pada 5 prinsip perpajakan (Stiglitz, 2000):
1. Efisiensi
Sistem pajak yang diberlakukan tidak
menyebabkan distorsi dalam perekonomian, bahkan seharusnya mampu mendorong
tercapainya alokasi sumber daya yang efisien.
2. Administrasi Yang Sederhana
Sistem pajak yang diberlakukan
mempunyai biaya yang rendah dalam pelaksanaan administrasi, dan memberikan
kemudahan dalam pemenuhan kewajiban dan pengajuan pengaduan oleh wajib pajak.
3. Fleksibel
Sistem pajak yang
diberlakukan mudah untuk dilakukan penyesuaian terhadap perubahan kondisi yang
ada, baik kondisi ekonomi dan bukan ekonomi.
4. Tanggung Jawab Publik
Sistem pajak yang
diberlakukan harus transparan. Di mana sistem pajak dirancang sedemikian sehingga
wajib pajak dapat memastikan apa dan berapa yang mereka bayar, serta dapat
melakukan evaluasi terhadap akurasi sistem pajak tersebut yang merupakan wujud
preferensi wajib pajak.
5. Keadilan
Sistem pajak yang
diberlakukan harus bersifat adil, wajib pajak dengan kondisi yang sama akan
dikenakan pajak yang sama. Kemudian wajib pajak yang mempunyai kemampuan menanggung
beban pajak yang tinggi akan dikenakan pajak yang tinggi pula.
Sementara itu K.J Davey, memberikan beberapa
kriteria umum tentang perpajakan yang pada dasarnya hampir sama dengan lima
kriteria di atas. Namun ada satu kriteria tambahan dari Davey dan sangat
penting, terutama dalam kaitan pelaksanaan pajak daerah yaitu: (Ismail, 2005). Kecukupan
dan Elastisitas yaitu penerimaan dari suatu pajak harus menghasilkan penerimaan
yang cukup besar sehingga diharapkan mampu membiayai sebagian atau keseluruhan biaya
pelayanan yang akan dikeluarkan.
Selain berdasarkan kriteria umum perpajakan di atas,
pemerintah dalam menetapkan kebijakan perpajakan khususnya dalam penetapan tarif
pajak (tax rate) harus berdasar pada kemampuan membayar (ability to
pay) dan kemauan membayar (willingness to pay) dari wajib pajak.
Kedua hal tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap penerimaan pajak (tax
revenue).[11]
C. Pajak
Pajak merupakan pungutan
yang bersifat politis dan strategis dan diakui secara konstitusional,
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pajak adalah tumpuan utama bagi negara dalam membiayai
kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Pajak juga sangat menentukan bagi
kelangsungan eksistensi pembangunan Negara di masa sekarang dan masa yang akan
datang. Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar atau sumber devisa terbesar
yang diandalkan oleh Negara. Pajak sendiri dapat diklasifikasikan atau di
kelompokan dalam kriteria-kriteria tertentu. Pajak dapat dilihat dari segi
administrasi yuridis serta titik tolak pemungutan atau penagihannya.
1.
Teori Pajak
Beberapa hasil penelitian sebelumnya, telah panjang lebar menguraikan
berbagai macam teori pajak, untuk itu, pada penelitian kali ini hanya akan
membahas beberapa teori yang erat kaitannya dengan penelitian kali ini. Adapun
beberapa teori yang mendukung Negara melakukan pemungutan pajak antara lain:
a. Teori Asuransi
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas
untuk melindungi orang dari segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan
jiwa juga harta bendanya. Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran premi,
seperti halnya pembayaran asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan
diperlukan berupa premi. Walaupun perbandingan dengan perusahaan asuransi tidak
tepat karena dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari negara,
serta antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan
oleh negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini tetap di
pertahankan, sekedar untuk memberi dasar hukum kepada pemungutan pajak. Karena
pincangnya persamaan tadi, menimbulkan ketidakpuasan, pun karena ajaran bahwa
pajak bukan retribusi maka makin lama semakin berkuranglah teori ini.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi
kepentingan jiwa dan harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian
beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini
harus didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas
pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk perlindungan atas jiwa beserta
harta bendanya. Maka sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Negara untuk menunaikan kewajibannya dibebankan kepada mereka.
Terhadap teori ini banyak yang menyanggah, karena dalam ajarannya
pajak dikacaukan dengan retribusi. Untuk kepentingan yang lebih besar terhadap
harta benda yang lebih besar terhadap harta benda yang lebih banyak harganya
daripada harta si miskin harus membayar pajak lebih besar dalam hal tertentu,
misalnya dalam perlindungan yang termasuk jaminan sosial, sehingga sebagai
konsekuensinya harus membayar pajak lebih banyak di mana hal inilah yang
bertentangan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Untuk
mengambil kepentingan seseorang dalam usaha pemerintah sebagai ukuran, sejak
dahulu belum ada pengukurnya, sehingga sulit sekali dapat ditentukan dengan
tegas sehingga makin lama teori ini pun semakin di tinggalkan.
c. Teori Kewajiban Mutlak atau
Teori Bakti
Teori ini berdasarkan pada Negara mempunyai hak mutlak untuk
memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak
sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya kepada Negara. Dengan
demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.
Sejak berabad-abad hak ini telah diakui dan warga negara mengamininya sebagai
kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk
pembayaran pajak.
d. Teori Asas Gaya Beli
Teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat
yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan
individu atau negara. Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut
pajak, hanya melihat kepada efeknya serta dapat memandang efek yang baik itu
sebagai dasar keadilan. Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika
dipandang sebagai gejala dalam masyarakat dapat disamakan dengan pompa, yaitu
mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga
negara yang kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk
memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu.
Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat
inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan
kepentingan individu pun juga bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan
masyarakat yang meliputi keduanya sehingga teori ini lebih menitikberatkan
ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak yakni fungsi mengatur.
e. Teori Asas Gaya Pikul
Pokok pangkal
teori ini adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak haruslah sama
beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dipikul menurut gaya pikul setiap
warga negara dan sebagai ukurannya dapat dipergunakan selain besarnya
penghasilan dan kekayaan juga pengeluaran dan pembelanjaan seseorang. Sampai
saat ini teori asas gaya pikul ini masih dipertahankan.[12]
2. Asas Pemungutan Pajak
Masalah pajak
tidaklah sederhana memindahkan dana dari masyarakat ke kas Negara. Pemungutan
pajak dikenakan atas sebagian harta, kekayaan atau penghasilan seseorang atau
sebagian keuntungan yang didapatkan oleh badan usaha berdasarkan wewenang
pemerintah selaku pelaksana undang-undang perpajakan. Agar tidak menimbulkan
akses dan gejolak dalam pelaksanaannya maka dalam penyusunan undang-undang dan
peraturan perpajakan haruslah memperhatikan beberapa asas pemungutan pajak.
Teori asas pemungutan pajak yang sangat terkenal dan dianut hingga saat ini
salah satunya adalah teori “Four common of taxation” atau “The four
maxims” yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya “An inquiry in to
the nature and cause of the wealth of Nations”:
a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
Pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan
wajib pajak (ability to payment), Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak. Keadilan di sini mengacu kepada konsep
penerimaan dan pengorbanan yakni jika kita membayar pajak kepada negara maka
negara akan memberikan manfaat kepada warganya walaupun timbal balik tersebut
tidak dapat diberikan secara langsung.
b. Asas Certainty (asas kepastian hukum)
Pajak dipungut secara pasti tanpa kesewenang-wenangan dalam arti dalam
melakukan pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Pajak
bukanlah suatu asumsi namun pajak adalah suatu kepastian berapa yang harus
dipungut dan dibayar oleh wajib pajak serta harus pasti pula ketentuan dan
undang-undang sebagai payung hukum pelaksanaan pemungutan ini.
c. Asas Convinience of
Payment (asas pemungutan pajak tepat waktu)
Asas ini
disebut pula asas kesenangan, di mana pemungutan pajak harus dilakukan pada
saat yang tepat dan pada saat yang tidak menyulitkan bagi wajib pajak. Sebagai
contoh pada saat wajib pajak menerima penghasilan atau menerima hadiah, pada
saat itulah saat yang tepat untuk memungut pajak darinya di mana sistem pemungutan
ini disebut pay as you earn.
d. Asas Economy (asas ekonomis)
Asas ini
mengamanatkan bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi
Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung
Wajib Pajak. Jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak yang timbul nilainya
lebih besar dari pada hasil pemungutan pajaknya.
Menurut Adam
Smith, asas keadilan dalam pemungutan beban pajak pertama-tama
hendaknya dibebankan kepada masyarakat yang bersangkutan. Apabila manfaat yang
dinikmati tersebut tidak dapat dipakai untuk membagi beban pajak yang
diperlukan, maka anggota masyarakat harus dikenakan pajak sebanding dengan
kemampuan membayar masing-masing, yaitu sebanding dengan penghasilan yang
diperolehnya berkat perlindungan pemerintah.
Jika Adam
Smith mengemukakan 4 (empat) asas dalam pemungutan pajak, maka W.J de Langen
seorang ahli pajak kebangsaan Belanda menyebutkan 7 (tujuh) asas pokok
perpajakan, (Bohari, 2010:42-430) yakni sebagai berikut : Asas Kesamaan, dalam
arti bahwa seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya dikenakan pajak yang
sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak. Asas Daya Pikul, yaitu
suatu asas yang menyatakan bahwa setiap wajib pajak hendaknya terkena beban
pajak yang sama. Ini berarti orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak
yang tinggi, yang pendapatannya rendah dan pendapatannya di bawah basic need
dibebaskan dari pajak. Asas Keuntungan Istimewa, bahwa seseorang
yang mendapatkan keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula. Asas
Manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah didasarkan atas
alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan
oleh pemerintah. Asas Kesejahteraan, yaitu suatu asas yang menyatakan
bahwa dengan adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau
menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada lain pihak menarik
pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah tersebut, akan tetapi
sebagai keseluruhan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Asas
Keringanan Beban, asas ini menyatakan bahwa meskipun pengenaan pungutan
merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapa pun tingginya kesadaran
berwarganegara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.
Asas Keseimbangan, asas ini menyatakan bahwa dalam melaksanakan berbagai
asas tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu
diusahakan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan
keadilan dan kepastian hukum.
Adlof Wagner, pakar perpajakan lainnya mengatakan bahwa asas pemungutan pajak
(Dwikora Harjo, 2013: 22-24) terdiri dari : Asas Politik Finansial Pajak
yang dipungut oleh negara jumlahnya harus memadai sehingga dapat membiayai atau
mendorong semua kegiatan negara, sehingga penyelenggaraan perpajakan harus
teliti dan akurat menentukannya. Asas Ekonomi Penentuan objek pajak
harus tepat. Misalnya objek pajak atas barang-barang mewah. Asas Keadilan Pungutan
pajak harus berlaku secara umum tanpa adanya diskriminasi di antara satu wajib
pajak dengan wajib pajak yang lain, dalam kondisi yang sama diperlakukan
pungutan pajak yang sama pula. Asas Administrasi Asas ini menyangkut
tentang masalah perpajakan (kapan, di mana harus membayar pajak), keluwesan
penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan berapa biaya pajak yang harus
dikeluarkan. Asas Yuridis Asas ini mengharuskan setiap pemungutan pajak
oleh pemerintah harus berdasarkan undang-undang.[13]
3. Pengertian pajak
Pengertian
pajak menurut Djajadiningrat Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan
sebagian daripada kekayaan kas Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
sebagian daripada kekayaan kas Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
Menurut P. J. A. Adriani
di dalam bukunya Het Belastingrecht, memberikan definisi pajak sebagai
berikut: "Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang yang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan".
Smeeths,
mendefinisikan bahwa "Pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra
prestasi yang dapat di tunjukan dalam hal individual, maksudnya adalah
membiayai pengeluaran pemerintah".
Kedua definisi tersebut menonjolkan fungsi budgeter (mengisi kas Negara)
dari pajak sedangkan fungsi pajak yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi regulerend
(mengatur). Soeparman Soemahamidjaja di dalam disertasinya yang berjudul Pajak
Berlandaskan Asas Gotong Royong, mendefinisikan pajak sebagai "Iuran
wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma
hukum, guna menutup biaya produksi dari barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum".
Selain iuran yang
bersifat wajib berbentuk uang atau barang serta tujuan penggunaan hasil
pemungutan pajak, definisi pajak juga memuat tentang pentingnya pajak bagi
suatu Negara seperti yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro bahwa "Pajak
adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan),
yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan".
Sederhananya, Rochmat
Soemitro melihat adanya peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik
berdasarkan undang-undang (alat paksa) dengan tidak mendapat imbalan (tegen
prestatie) yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan juga sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah
untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan Negara.[14]
Jadi dari penjelasan di
atas dapat dikutip pengertian pajak adalah “iuran masyarakat kepada Negara
berdasarkan undang-undang yang berlaku dan dapat di paksakan, yang kontra prestasinya
tidak dapat dirasakan secara langsung”. Pajak yang dipungut digunakan
sebagai alat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.
(Mardiasmo, 2009: 1).
Dari
definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat
pada pengertian pajak:
- Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun daerah) berdasarkan kekuatan Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
- Dalam pembayaran pajak tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu.
- Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan kontra prestasi dari negara.
- Diperuntukkan bagi pengeluaran rutin pemerintah dan jika masih surplus digunakan untuk “public invesment”.
- Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang.
- Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu mengatur.[15]
D. Pajak Daerah
Sebagai salah satu komponen
penerimaan PAD, potensi pungutan pajak daerah lebih banyak memberikan peluang
bagi daerah untuk dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan dengan
komponen-komponen penerimaan PAD lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, terutama karena potensi pungutan pajak daerah mempunyai sifat dan
karakteristik yang jelas, baik ditinjau dari tataran teoritis, kebijakan,
maupun dalam tataran implementasinya.[16]
UU N0. 28 Tahun 2009
tentang PDRD, sebagai pengganti dari UU N0. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 juga lebih mempertegas pengertian pajak
dalam tataran pemerintahan yang lebih rendah (daerah), sebagai berikut: “Pajak
daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”[17]
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang PT.
Mandiri Herindo Adiperkasa
PT Mandiri Herindo Adiperkasa (PT.
MHA) merupakan perseroan terbatas yang bergerak dibidang jasa angkutan
pertambangan sesuai dengan perijinan yang diperoleh, yaitu: Ijin Usaha Jasa
Pertambangan No.659.K/30/DJB/2015 dengan Surat Keterangan Terdaftar
No.969/30/DJB/2015 tentang pemberian izin usaha jasa pertambangan.
Didirikan melalui holding company
pada tanggal 25 January 1994, dan berdomisili sekarang di The Bellezza - GP
Office Tower Lantai 25, Jl. Letnan Jenderal Soepeno No. 34, Permata Hijau, Jakarta Selatan. PT Mandiri Herindo Adiperkasa pada awalnya merintis usaha dibidang
jasa angkutan pertambangan PT ADARO di lokasi tambang ADARO-Paringin,
Kalimantan Timur pada tahun 1994. Saat ini PT Mandiri Herindo Adiperkasa telah mengembangkan usahanya dengan
memperoleh kontrak kerja untuk jasa angkutan batubara di beberapa lokasi
pertambangan besar di Kalimantan,
sebagaimana dalam tabele berikut:
PERIODE
|
URAIAN
|
KONSESI
|
KETERANGAN
|
1994-1997
|
Coal Hauling di
Adaro Paringin
|
PT Adaro
|
Sub-cont PT PAMA
|
1994-2001
|
Coal Hauling di BBE
Mahakam
|
PT Bukit Baiduri
|
Sub-cont PT
Petrosea
|
1997-1999
|
Coal Hauling di
BHP Arutmin
|
PT BHP
|
Sub-cont PT
Petrosea
|
1999-Sekarang
|
Coal Hauling di
Kideco Kab. Paser
|
PT Kideco Jaya
Agung
|
Kontraktor
|
2001-Sekarang
|
Coal Hauling di
Indominco, Bontang
|
PT Indominco
|
Sub-Count PT PAMA
|
2004-Sekarang
|
Coal Hauling di
MIP, Sesayap
|
PT MIP
|
Kontraktor
|
2013-Sekarang
|
Coal Loading dan
Hauling di Kideco-Batu Kajang
|
PT Kideco Jaya
Agung
|
Sub-cont PT Sims
Jaya Kaltim
|
2017-Sekarang
|
Coal Hauling di
Indonesia Pratama Tabang
|
PT Indonesia
Pratama (Bayan Resources)
|
Kontraktor
|
2017-Sekarang
|
Coal Loading dan
Hauling di GBPC Block II, Muara Tae
|
PT Gunung Bayan
Pratama Coal
|
Susb-cont PT SIMS
Jaya Kaltim
|
2019-Sekarang
|
Coal Hauling di
MultiTambangjaya Utama, Barito Selatan
|
PT Indika
Indonesia Resources
|
Kontraktor
|
Untuk
Visi PT Mandiri Herindo Adiperkasa adalah “Menjadi solusi dalam peningkatan jasa
pengangkutan pertambangan mineral dan batu bara”.
Sedangkan Misi adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan jangkauan layanan jasa pengangkutan pertambangan
mineral dan batu bara dengan tercapainya kepuasan pelanggan;
2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja sektor jasa
pengangkutan pertambangan mineral dan batu bara;
3. Meningkatkan profesionalisme kerja secara berkelanjutan di
sektor jasa pengangkutan pertambangan mineral dan batu bara;
4. Meningkatkan kompetensi dan kinerja karyawan terhadap mutu /
K3 / lingkungan kerja perusahaan;
5. Meningkatkan kesehatan karyawan dan melestarikan lingkungan
kerja demi kesejahteraan semua pihak terkait
Saat ini
susunan jajaran Direksi PT Mandiri Herindo Adiperkasa adalah sebagai berikut:
1.
Direktur Utama : Yenny Hamidah Koean
2.
Direktur : Handy Gliviro
3.
Komisaris Utama : Herman Kusnanto Kasih
4.
Komisaris : Muhammad Akbar
PT
Mandiri Herindo saat ini menerapkan sistem ISO 9001:2015 (Manajemen Mutu), ISO
14001:2015 (Lingkungan) dan OHSAS 18001:2007 (K3) telah kita dapatkan dari
tanggal 25 November 2016. Sistem kerja kami juga sudah terintegrasi dengan
aturan baru pemerintah yaitu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) dan Sistem Manajemen Kerja Pertambangan (SMKP).
Pada tanggal 18 Februari 2015, PT.
MHA juga telah mengimplementasikan perangkat lunak SAP sebagai sistem
informatika yang digunakan untuk bagian, Finance, HRD, Material Management dan Plant
Maintenance.[18]
B. Pajak Alat Berat/Besar PT. Mandiri
Herindo Untuk Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Periode 2004-2019, Daerah
Operasi Sesayap, Project MIP Kabupaten Nunukan.
Pada awalnya Provinsi
Kalimantan Utara masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur, sehingga
segala yang terkait dengan pembayaran pajak khususnya alat berat/besar masih
masuk kas daerah Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan informasi dan data yang
disampaikan oleh Ibu Endang selaku Akunting Departemen Head PT Mandiri Herindo
Adiperkasa, pada masa itu pemerintah Provinsi Kalimantan Timur aktif melakukan
tagihan pajak pada setiap perusahaan kontraktor pertambangan, tanpa terkecuali
PT Mandiri Herindo Adiperkasa. Keaktifan tersebut tercermin dalam bentuk surat
pemberitahuan tagihan pajak yang telah jatuh tempo, meskipun harus diakui bahwa
pada saat itu aturan tentang pajak alat berat/besar masih simpang siur dan
banyak perusahaan kontraktor Batubara enggan melakukan pembayaran pajak dengan
alasan masih tidak jelasnya aturan perpajakan. Adapun data pembayaran pajak
alat berat/besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa adalah sebagai berikut:
Tabel:
01
Data Pembayaran Pajak
Alat Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap,
Project MIP, Kabupaten Nunukan
Periode 2004-2013
TANGGAL
|
CBG
|
KETERANGAN
|
DEBET
|
28/01/2005
|
TARAKAN
|
PAJAK
ALAT BERAT 2016
|
98,779,818
|
03/02/2005
|
TARAKAN
|
PAJAK
ALAT BERAT 2016
|
98,779,812
|
08/03/2006
|
TARAKAN
|
PAJAK
ALAT BERAT 2006-2007
|
35,543,625
|
03/07/2009
|
TARAKAN
|
PAJAK
ALAT BERAT
|
50,000,000
|
01/04/2010
|
TARAKAN
|
PAJAK
ALAT BERAT 2009
|
314,047,244
|
12/05/2011
|
TARAKAN
|
PAJAK
ALAT BERAT
|
28,450,159
|
12/04/2013
|
TARAKAN
|
PAJAK
ALAT BERAT 2012-2013
|
100,000,000
|
TOTAL
|
725,600,650
|
Pada saat wilayah bagian
utara dari pulau Kalimantan menjadi provinsi tersendiri yang resmi disahkan
menjadi Provinsi Kalimantan Utara dalam rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 25
Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012. Kementerian Dalam
Negeri menetapkan 11 (sebelas) daerah otonomi baru yang terdiri atas satu
provinsi dan 10 (sepuluh) kabupaten, termasuk Kalimantan Utara pada hari Senin,
22 April 2013[19].
Provinsi Kalimantan Utara terdiri atas 5 (lima) wilayah administrasi dengan 4
(empat) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten Bulungan, Kabupaten
Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tana Tidung, dan Kota Tarakan. Ibukota
Provinsi Kalimantan Utara terletak di Tanjung Selor, yang saat ini berada di
Kabupaten Bulungan.
Sebagai provinsi baru,
maka segala hal yang terkait dengan potensi pendapatan daerah aktif dilakukan
termasuk pemungutan pajak alat berat/besar pada perusahaan kontraktor
pertambangan, salah satunya PT Mandiri Herindo Adiperkasa. Hal ini ditandai
dengan adanya surat tagihan PKB Alat Berat/Besar Atas nama PT. Mandiri Herindo
Adiperkasa beserta lampiran periode dan rincian jumlah tagihan, dari Badan
Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tana Tidung.
Berikut data tagihan pajak alat berat/besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
ketika peralihan dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Utara.
Tabel: 02
Data Tagihan Pajak Alat
Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap,
Project MIP, Kabupaten Nunukan
Provinsi Kalimantan Utara
TANGGAL SURAT
|
JUMLAH TAGIHAN
|
PERIODE TAGIHAN
|
18 Februari 2016
|
25.313.400
|
23 Maret 2016
|
07 Januari 2016
|
111.387.161
|
14 Januari 2016
|
28 Februari 2018
|
27.569.235
|
27 Oktober 2017
|
27. 241. 636
|
14 Januari 2017 dan 2018
|
|
42.483.422
|
23 Maret 2017 dan 2018
|
|
29 Agustus 2018
|
114.726.778
|
2009 s/d 2018
|
7 Januari 2019
|
11.421.770
|
14 Januari 2019
|
18.355.496
|
23 Maret 2019
|
|
10 Juni 2019
|
4.174.800
|
25 Juni 2019
|
1.800.000
|
9 Juli 2019
|
|
1.940.000
|
20 Agustus 2019
|
|
Total Tagihan
|
386.413.698
|
Dari data yang tersaji
pada tabel di atas dapat diketahui bahwa tagihan pajak alat berat/besar pada PT
Mandiri Herindo Adiperkasa tetap dilakukan dengan konsisten meskipun pada saat
itu masih dalam masa transisi perpindahan Provinsi Kalimantan Timur menjadi
Provinsi Kalimantan Utara. Hal itu dapat dilihat dari tahun tagihan yaitu
2016-2019 yang dilayangkan pada PT Mandiri Herindo Adiperkasa, untuk pajak alat
berat/besar periode tagihan 2009-2019. Artinya pajak alat berat yang ditagihkan
pada PT Mandiri Herindo Adiperkasa tidak dilakukan secara konsisten pada setiap
tahun, ada ke tidak jelasan rujukan aturan yang digunakan, misalnya pada
periode tagihan 2009 tagihan pajak tersebut apakah masuk kas daerah Provinsi
Kalimantan Timur atau Provinsi Kalimantan Utara. Pajak ditagihkan pada tahun
2018 oleh Provinsi Kalimantan Utara untuk periode tahun 2009, sementara kita tahu
bersama bahwa Provinsi Kalimantan Utara terbentuk tanggal 25 Oktober 2012
berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012. Kemudian rujukan perhitungan
yang digunakan mengacu pada aturan yang mana, sebab Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Utara tentang Pajak Daerah baru disahkan pada tahun 2016. Setidaknya
ada beberapa rujukan perhitungan yang digunakan untuk periode tagihan pajak
alat berat/besar 2009 yaitu Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 dan aturan
turunannya termasuk Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 01 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan petunjuk pelaksananya berupa
Peraturan Gubernur Nomor 07 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemugutan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 08
Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB)[20].
Tidak jelasnya aturan yang digunakan dalam hal penagihan pajak alat berat/besar
terhadap kontraktor atau pelaku usaha bidang pertambangan menimbulkan polemik
dan banyak pihak perusahaan tidak mau melakukan pembayaran pajak alat
bera/besar.
Namun demikian bagi PT.
Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai perusahaan yang taat pajak dan punya
tanggung jawab moral terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara, tetap
taat dan patuh terhadap pembayaran pajak alat berat/besar di Provinsi
Kalimantan Utara. Adapun data pembayaran pajak pada periode tagihan sebagai
mana yang diuraikan di atas adalah sebagai berikut:
Tabel:
03
Data Pembayaran Pajak
Alat Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap,
Project MIP, Kabupaten Nunukan
Periode 2009-2019
TANGGAL
|
UNTUK
|
DBET
|
KETERANGAN
|
17/02/2016
|
KASDA
KALTARA
|
111.387.161
|
PAJAK
ALAT BERAT 2016-2017
|
02/03/2016
|
KASDA KALTARA
|
25.313.400
|
PAJAK
ALAT BERAT 2016
|
19/04/2018
|
KASDA KALTARA
|
42.483.422
|
PAJAK
ALAT BERAT 2017-2019
|
19/04/2018
|
KASDA KALTARA
|
27.569.235
|
PAJAK
ALAT BERAT 2017-2019
|
19/04/2018
|
KASDA KALTARA
|
27.241.636
|
PAJAK
ALAT BERAT 2017-2019
|
27/09/2018
|
KASDA KALTARA
|
114.726.778
|
PAJAK
ALAT BERAT 2009-2018
|
23/01/2019
|
KASDA KALTARA
|
11.421.770
|
PAJAK
ALAT BERAT 2019
|
18/03/2019
|
KASDA KALTARA
|
18.355.496
|
PAJAK
ALAT BERAT 2019
|
10/07/2019
|
KASDA KALTARA
|
4.174.800
|
PAJAK
ALAT BERAT 2019
|
10/07/2019
|
KASDA KALTARA
|
1.800.000
|
PAJAK
ALAT BERAT 2019
|
10/07/2019
|
KASDA KALTARA
|
1.940.000
|
PAJAK
ALAT BERAT 2019
|
TOTAL = 386.413 698
|
Berdasarkan data yang
tersaji pada tabel 1 dan 3 maka pajak alat berat/besar pada periode 2004-2019
yang telah dibayarkan pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Utara adalah sebagai berikut Rp. 1.112.014.348,-
C. Analisis Pemungutan Pajak Alat
Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa Terhadap Pembangunan Ekonomi Provinsi
Kalimantan Utara.
Untuk mengetahui hubungan
pemungutan pajak alat berat/besar dengan pembangunan
ekonomi suatu daerah maka setidaknya ada lima kriteria yang harus dipenuhi. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Burg seperti dikutip oleh Leonard J. Theberge. Dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia, diperlukan peranan serta pembaharuan hukum, institusi hukum dan profesi hukum. Mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi, yaitu “stabilitas” (stability), “prediksi” (preditability), “keadilan” (fairness), “pendidikan” (education), dan “pengembangan khusus dari sarjana hukum” (the special development abilities of the lawyer).[21]
ekonomi suatu daerah maka setidaknya ada lima kriteria yang harus dipenuhi. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Burg seperti dikutip oleh Leonard J. Theberge. Dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia, diperlukan peranan serta pembaharuan hukum, institusi hukum dan profesi hukum. Mengenai hukum dan pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi, yaitu “stabilitas” (stability), “prediksi” (preditability), “keadilan” (fairness), “pendidikan” (education), dan “pengembangan khusus dari sarjana hukum” (the special development abilities of the lawyer).[21]
Selanjutnya
Burg mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua di atas ini merupakan
persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi. Di sini “stabilitas” berfungsi
untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling
bersaing dapat juga dimaknai untuk menjaga keseimbangan kepentingan dalam
masyarakat. Sedangkan “prediksi” merupakan kebutuhan untuk bisa memprediksi
ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan ekonomi suatu negara. Ahli hukum
memegang peranan yang cukup penting dalam upaya pembangunan dan pelaksanaan
transaksi investasi yang dilaksanakan di suatu negara. Di Indonesia, peranan
ahli hukum sedikit berbeda dengan peranan ahli hukum yang berada pada
negara-negara maju. Dimana di Indonesia, ahli hukum kurang begitu berperan
dalam proses pembentukan suatu peraturan perundang-undangan.[22]
1. Bukti
Kongkrit Menjalankan “Fungsi Stabilitas” Guna Pembangunan Ekonomi Di Provinsi Kalimantan Utara
Peran atau kontribusi yang
diberikan oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa melalui pemungutan pajak alat-alat
berat/besar terhadap pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara yaitu dengan
patuh menunaikan kewajibannya sebagai objek pajak. Hal ini dibuktikan dengan konsisten
menunaikan kewajiban pajak alat berat/besar sejak tahun 2004 sampai dengan
tahun 2019. Tindakan tersebut patut mendapatkan apresiasi karena telah
menjalankan Konstitusi dan mandat perundang-undangan yang juga dapat dimaknai
telah menjalankan hukum dengan benar. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan
oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum berfungsi menyediakan jalur yang
menunjang pembangunan suatu bangsa terlebih pembangunan ekonominya. Sehingga
demikian hukum tak dapat dimaknai secara definitif melainkan secara fungsional
juga.[23]
Kepatuhan dalam
pelaksanaan pembayaran pajak alat berat/besar oleh PT Mandiri Herindo
Adiperkasa, sudah sesuai dengan keinginan yang diterapkan Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah yang diwujudkan dalam aturan perpajakan, hal ini
sekaligus mengkonfirmasi pendapat Rochmat Soemitro, bahwa pemerintah
menciptakan suatu norma yang mengatur kehidupan masyarakat pada aspek ekonomi
sebagai suatu wujud dari masyarakat.[24]
Penerapan pajak oleh
Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan aturan yang jelas sesuai
mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan terhadap para pelaku usaha
seperti PT Mandiri Herindo Adiperkasa yang kemudian diterjemahkan ke dalam
pelaksanaan dan kepatuhan membayar pajak sebagaimana yang dilakukan sejak awal
beroperasi di daerah Provinsi Kalimantan Utara hingga saat ini, jika dikaitkan
dengan pendekatan teori “Law and Economic Development” yang digagas oleb
Burg erat kaitannya dengan prinsip Stability (menjaga keseimbangan
berbagai kepentingan dalam masyarakat).
PT Mandiri Herindo
Adiperkasa sebagai pelaku usaha yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan
Utara sangat memahami betapa pentingnya menjaga keseimbangan baik dengan
lingkungan, masyarakat maupun pemerintah, merupakan satu kesatuan yang
keberadaannya saling mendukung. Jika terjadi ketimpangan pada satu sisi, maka
masalah, cepat atau lambat akan muncul. Pelaku usaha harus bisa menyesuaikan
diri dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah demikian juga pelaku usaha
dan masyarakat serta lingkungan setempat, harus mampu memahami dan dapat
memberikan kontribusi yang nyata pada masyarakat dan lingkungan setempat agar
tercipta keseimbangan, maka dengan demikian patuh terhadap ketentuan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini patuh terhadap pembayaran pajak alat
berat/besar, sama halnya telah melakukan “Stability” yang sekaligus telah menjalankan peran hukum
dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara.
2.
Perubahan Wilayah Administratif Dari
Provinsi Kalimantan Timur Menjadi Kalimantan Utara Telah Diprediksi Akan
Membawah Perubahan Aturan, Tata Kelola Maupun Perubahan Sosial.
Pengamatan (predictability)
dapat dipahami melalui langkah pengamatan terhadap kemampuan hukum berkenan dengan
hasil dari suatu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah pusat atau daerah,
badan hukum atau orang perseorangan. Apa yang dapat dilakukan oleh hukum
setelah dilakukannya suatu kebijakan, tindakan dan perbuatan hukum, inilah yang
kurang lebih dimaksudkan dengan kegiatan meramal (predictability) dari
hukum. Perihal prediktabilitas hukum tampaknya perlu pula
diperbandingkan dengan fungsi hukum di masa depan. Pandangan yang paling
populer dan banyak dikutip berkenaan dengan fungsi hukum di masa depan adalah
yang dikemukakan oleh Roscoe Pound. Pandangan mantan Dekan Harvard
Law School itu dikemas dalam konsep the law as tool of social
engeneering. Konsep the law as a tool of social engineering, selain
dari pemahaman bahwa konsep itu memiliki padanan dalam bahasa Indonesia; hukum
sebagai sarana perubahan sosial. Dalam padanan ini tampak bahwa hukum dapat
difungsikan sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial yang diinginkan. Dengan
kondisi seperti itu dapatlah dimaklumi jika di dalamnya terdapat berbagai kepentingan
antara satu dengan yang lainnya tidak selalu berjalan selaras.
Setidaknya pandangan
inilah yang kemudian diterapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan
Utara, memandang sangat penting untuk memiliki suatu mekanisme yang berfungsi
dan dapat menciptakan keseimbangan terhadap kepentingan-kepentingan individu,
masyarakat, pelaku usaha maupun daerah itu sendiri. Daerah perlu memiliki suatu
program untuk pembangunan demi kesejahteraan sosial dalam berbagai bidang.
Secara spesifik program itu menyasar dapatnya dibangun suatu tatanan sosial
yang dapat memberikan kepastian hukum baik dalam kemasan peraturan daerah
maupun kebijakan pemerintah daerah. Hal ini diyakini dapat memberikan kepastian
untuk semua golongan, bahwa mereka dapat menikmati jaminan perubahan tatanan sosial
yang dimaksud. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Pemerintah Daerah Provinsi
Kalimantan Utara meyakini bahwa hukum dapat menciptakan faktor-faktor yang
kondusif bagi perubahan yang dikehendaki. Hukum dapat berfungsi sebagai agen
penyeimbang terhadap berbagai konflik kepentingan dan menjadi sarana perubahan
sosial….it is generally recognized that legislation does create healthy
conditions for such changes…. that law comes into play act as an agency
balancing conflicting interests and becomes a tool for social engineering. Dengan
konsep law as a tool of social engineering atau apa yang juga disebut
dengan Doctrine of Social Engineering, pencetusnya (Roscoe Pound)
bertujuan mengkaryakan hukum membangun struktur masyarakat yang efisien. Dalam
pengertian struktur yang menghasilkan masyarakat dengan tingkat kepuasan
maksimum dan sebaliknya dengan friksi serta pemborosan yang minimum.
PT Mandiri
Herindo Adiperkasa, sebagai salah satu perusahaan yang cukup berpengalaman,
karena memiliki proyek di berbagai wilayah dituntut mempunyai kemampuan
melakukan pengamatan hukum berkenaan dengan hasil dari suatu kebijakan yang
ditempuh oleh pemerintah pusat maupun daerah, badan hukum maupun perorangan.
Mengantisipasi setiap perubahan kebijakan karena adanya perubahan wilayah
administratif dari Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara
yang sudah pasti membawah perubahan aturan, tata kelola maupun perubahan
sosial.
Antisipasi
perubahan tersebut telah di uraikan di atas, adanya perubahan administrasi
wilayah dari Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Utara
sekaligus mengubah aturan maupun kebijakan perpajakan di suatu daerah. Salah
satu contoh perubahannya adalah rujukan aturan penagihan pajak alat berat/besar
ketika masih Provinsi Kalimantan Timur mengacu pada Undang-undang
Nomor 28 tahun 2009 dan aturan turunannya termasuk Peraturan Daerah Kalimantan
Timur Nomor 01 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan
petunjuk pelaksananya berupa Peraturan Gubernur Nomor 07 Tahun 2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemugutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Peraturan
Gubernur Kalimantan Timur Nomor 08 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Pada tahap ini PT Mandiri
Herindo Adiperkasa telah memenuhi kewajiban pajaknya dari tahu 2004-2013.[25] Namun ketika Provinsi
Kalimantan Utara terbentuk, PT Mandiri Herindo Adiperkasa mendapat surat
tagihan pajak yang dilayangkan sekitar tahun 2018 yang salah satu isinya
mengenai tunggakan pajak dari tahun 2009-2018. Seperti yang telah diuraikan di
atas provinsi Kalimantan Utara terbentuk pada tahun 2012 dan mempunyai
Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah pada tahun 2016, maka dengan demikian tagihan
pajak 2009 yang dilayangkan pada PT Mandiri Herindo Adiperkasa merupakan dampak
perubahan administrasi kewilayahan dan perubahan aturan perpajakan yang membawa
tatanan perubahan sosial. Namun demikian bagi
PT. Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai perusahaan yang taat pajak dan punya
tanggung jawab moral terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara,
tetap taat dan patuh terhadap kebijakan maupun aturan di Provinsi Kalimantan
Utara.
3.
PT Mandiri Herindo
Adoperkasa Dalam Hal Menjalankan Fungsi Fairnes, Education
and the special abilities of the lawyers.
Keberadaan PT Mandiri Herindo
Adiperkasa sebagai pelaku ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara dapat memberikan
kontribusi pada daerah, salah satunya melalui pajak kendaraan alat berat/
besar. Hal ini dilakukan oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa sejak awal
perusahaan tersebut beroperasi. Ketika itu daerah dan tempat operasi PT Mandiri
Herindo Adiperkasa masuk wilayah administrasi Kabupaten Nunukan Provinsi
Kalimantan Timur.
Berdasarkan data yang
diperoleh, sebagaimana yang telah disajikan di atas, PT Mandiri Herindo Adiperkasa
melaksanakan kewajiban pajak alat berat/besar yang terkonfirmasi sejak tahun
2004-2013. Pada saat itu setoran pajak alat berat/besar masuk kas daerah
pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara
maka PT Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai perusahaan yang taat pajak tetap
melaksanakan kewajibannya dengan menyetorkan pajak alat berat/besar pada kas
daerah Provinsi Kalimantan Utara di Tana Tidung hingga saat ini tahun 2019.
Meskipun pada saat awal
dan hingga saat ini bahwa keberadaan aturan pajak masih menjadi persoalan yang
serius yang ditengarai ada kekeliruan pemahaman hingga berujung pada Mahkamah Konstitusi,
yang kemudian hal tersebut memicu sebagian besar perusahaan yang beroperasi di
Provinsi Kalimantan Utara urung membayar pajak alat berat/ besar sebagaimana
terkonfirmasi dari pernyataan Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah
(BPPRD) Kalimantan Utara, yang menyatakan bahwa “Tahun 2018,
Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kalimantan Utara berhasil
mendapatkan penerimaan daerah sebesar Rp 3 miliar dari pajak kendaraan alat
berat. Namun demikian, BPPRD Kalimantan Utara, merasa
penerimaan tersebut belum maksimal. Peluang
pungutan pajak alat berat di Kalimantan Utara,
terbilang cukup tinggi. Mengingat banyak investasi-investasi penggalian
dan pertambangan yang beroperasi. Termasuk proyek pengerjaan infrastruktur. Tunggakan
dan potensinya tahun lalu sekitar Rp 19 miliar. Tetapi yang membayar atau
diterima Rp 3 miliar. Faktor utama
masih rendahnya penerimaan dari pajak alat berat karena kekeliruan penafsiran
hukum oleh sejumlah perusahaan pemilik alat berat terhadap amar putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XV/2017. Amar
putusannya, mengabulkan gugatan PT Tunas Jaya Pratama, PT Mappasindo, dan PT
Gunungbayan Pratamacoal perihal uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kepala BPPRD berpendapat,
walau amar putusan MK sudah keluar, perusahaan pemilik alat berat tetap
membayar pajak alat beratnya. Sebab salah satu diktum amar putusan MK itu
memerintahkan Pemerintah dan DPR RI dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan
perubahan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Sampai saat ini Pemerintah dan DPR
RI belum mengubah undang-undang tersebut. Memang dalam amar putusannya, Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2009 tersebut harus diubah. Artinya jika belum diubah, maka
masih tetap berlaku pajak alat berat”.[26]
Meski demikian bagi PT Mandiri
Herindo Adiperkasa bahwa kewajiban pajak tetap ditunaikan, tidak hanya
semata-mata bahwa itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab namun jauh di
dalamnya ada suatu kewajiban moral yang ikut membangun provinsi termudah di
Indonesia tersebut.
Hal lain yang dilakukan
oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai pelaku ekonomi di Provinsi
Kalimantan Utara adalah membuka lapangan kerja dengan prioritas masyarakat
lokal, dapat dilihat pada berapa jumlah karyawan/ masyarakat lokal yang bekerja
di PT Mandiri Herindo Adiperkasa. Ikut serta meningkatkan taraf perekonomian
masyarakat setempat, baik membuka kesempatan untuk bekerja di PT Mandiri Herindo
Adiperkasa maupun melalui program-program CSR yang dilakukan oleh perusahaan
pada masyarakat setempat. Menghasilkan produk, baik itu barang maupun jasa
serta berperan sebagai pemasok di pasar barang/jasa, lembaga keuangan
(perbankan) ataupun pembiayaan serta dengan sendirinya terlibat dalam roda
pembangunan ekonomi daerah setempat.
BAB
IV
KESIMPULAN
Pembangunan ekonomi di suatu negara, secara khusus di Indonesia, bahwa hukum memiliki peranan yang besar untuk memberi peluang pembangunan ekonomi. Leonard J. Theberge dalam “Law and Economic Development” menyatakan bahwa terdapat dua unsur kualitas dari hukum yang harus dipenuhi supaya sistem ekonomi berfungsi pertama, “stabilitas” (stability), dimana hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kedua, “meramalkan” (predictability), berfungsi untuk meramalkan akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial dan tradisional. Namun, diantara kedua unsur itu penting pula diperhatikan aspek “keadilan” (fairness) seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah, yang diperlukan untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.
Demikian pula halnya apa yang telah dilakukan oleh PT Mandiri Herindo Adiperkasa, telah ikut ambil bagian dalam hal ikut melakukan pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara dengan aktif dan patuh terhadap pembayaran pajak alat berat besar. Hal-hal yang menjadi syarat dan fungsi pembangunan ekonomi suatu daerah telah dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bonatua Mangaraja Sinaga, 2010. “Analisis Four
Canons Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Alat-Alat Berat Dan Besar (Studi Kasus Di
Provinsi Kalimantan Timur)”, Tesis, Universitas Indonesia.
Dwi
Ratna Indri Hapsari, 2018, “Hukum Dalam Mendorong Dinamika Pembangunan
Perekonomian Nasional Ditinjau Dari Prinsip Ekonomi Kerakyatan”, Legality,
ISSN: 2549-4600, Vol.26, No.2, September 2018-Februari 2019, hlm. 242.
Fadila
Sagita, 2013, “Peranan Pajak Kendaraan Alat Berat Dalam Penerimaan Pajak Daerah
Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendapatan Kabupaten Kampar Dinas Pendapatan
Provinsi Riau”, Tugas Akhir, Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas
Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, hal.
22-23.
Hermansyah, 2008, “Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia, cetakan ke-1, Jakarta: Penerbit Kencana, hlm. 5.
http://disperindagkop.kaltaraprov.go.id/storage/pelaporan_file/fnTaFp6yzro0AW3u0WMithAPgFsW6sRc6xStnTB5.pdf,
diakses pada tanggal 15 Agustus 2019.
https://www.academia.edu/37463633/PERANAN_HUKUM_DALAM_PEMBANGUNAN_EKONOMI_DI_INDONESIA, diakses tanggal 19 Agustus 2019.
Jafar Nurdin Siradjah, 2014, “Tinjauan Hukum
Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD Samsat
Wilayah Maros”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hal. 13-14.
Julio
Alfa Romario Sopacua, 2018, “Revitalisasi Pemungutan Pajak Daerah Dalam Perspektif
Otonomi Daerah Di Provinsi Maluku (Studi Terhadap Pajak Kendaraan Bermotor dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor)”, TESIS, Program Studi Magister Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Hal. 47-48.
Kadek Sukrainisih dan
Icha Fajriana, “Analisis Kontribusi Pemungutan Pajak Alat-Alat Berat Dalam
Meningkatkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Di Provinsi Sumatera Selatan”,
Hal. 2. http://eprints.mdp.ac.id/2301/1/Jurnal%202014210089.pdf,
di akses tanggal 10 Agustus 2019.
Muhamad
Arfan, Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Pajak Alat Berat di
Kalimantan Utara Tersendat, Masih Ada Menunggak Sekitar Rp 19 Miliar. https://kaltim.tribunnews.com/2019/02/14/pajak-alat-berat-di-kalimantan-utara-tersendat-masih-ada
menunggak-sekitar-rp-19-miliar, diakses tanggal 15
Agustus 2019.
Muhamad Arfan, 2018, “Potensi Pajak Kendaraan Alat Berat Miliaran di Kaltara tak Bisa Ditarik,
Ini Kendalanya”, https://kaltim.tribunnews.com/2018/08/20/potensi-pajak-kendaraan-alat-berat-miliaran-di-kaltara-tak-bisa-ditarik-ini-kendalanya,
diakses tanggal 10 Agustus 2019.
Penarikan Pajak Alat
Berat Masih Dilakukan, https://kaltara.prokal.co/read/news/26572-penarikan-pajak-alat-berat-masih-dilakukan.html,
diakses tanggal 10 Agustus 2019.
Putu Sudarma Sumadi,
2018, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Paramita, Denpasar,
hal. 41.
Pajak
Daerah, http://www.djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2018/08/pajak_daerah-1.pdf,
Diakses tanggal 17 Agustus 2019.
Purwanto, dkk, 2014, “Imlementasi
Pemungutan Pajak Alat-Alat Berat/Besar Pada Dinas Pendapatan Daearah Provinsi
Kalimanatan Timur di Samarinda”, eJournal
Administrative R Sosilawati, dkk, 2017, “Singkronisasi Program dan
Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan
dengan Infrastruktur PUPR Pulau Kalimantan”, Jakarta: Pusat Pemograman dan
Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sukardi, 2016, “Peran
Penegakan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Jurnal Hukum & Pembangunan,
Tahun ke-46, Nomor 4 Oktober-Desember, 2016, hal. 435.
Peraturan
perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara
Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016
tentang Pajak Daerah
[1]
Sosilawati, dkk, 2017, Singkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan
Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur
PUPR Pulau Kalimantan, Pusat Pemograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta, hal. 18
[2]
Sukardi, 2016, “Peran Penegakan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, Jurnal
Hukum & Pembangunan, Tahun ke-46, Nomor 4 Oktober-Desember, 2016, hal.
435.
[3]
Baca penjelasan umum Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun
2016 tentang Pajak Daerah, hal. 1
[4]
Baca konsideran Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Nomor 4 Tahun 2016
tentang Pajak Daerah, hal. 1
[5] Baca
Pasal 1 angka 13 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Utara dan Pasal 1 angka
13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, yang menyebutkan Kendaraan Bermotor adalah semua
kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat,
dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi
untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan
bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang
dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen
serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air, hal. 3
[6] Muhamad
Arfan, 2018, “Potensi Pajak Kendaraan Alat Berat Miliaran di Kaltara
tak Bisa Ditarik, Ini Kendalanya”, https://kaltim.tribunnews.com/2018/08/20/potensi-pajak-kendaraan-alat-berat-miliaran-di-kaltara-tak-bisa-ditarik-ini-kendalanya,
diakses tanggal 10 Agustus 2019.
[7]
Penarikan Pajak Alat Berat Masih Dilakukan, https://kaltara.prokal.co/read/news/26572-penarikan-pajak-alat-berat-masih-dilakukan.html,
diakses tanggal 10 Agustus 2019.
[8]
Kadek Sukrainisih dan Icha Fajriana, “Analisis Kontribusi Pemungutan Pajak
Alat-Alat Berat Dalam Meningkatkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Di
Provinsi Sumatera Selatan”, Hal. 2. http://eprints.mdp.ac.id/2301/1/Jurnal%202014210089.pdf,
di akses tanggal 10 Agustus 2019.
[9] Hermansyah, 2008, “Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia, cetakan ke-1, Jakarta: Penerbit Kencana, hlm. 5.
[10]
Putu Sudarma Sumadi, 2018, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”,
Paramita, Denpasar, hal. 41.
[11] Bonatua
Mangaraja Sinaga, 2010. “Analisis Four Canons Pengenaan Pajak
Kendaraan Bermotor Terhadap Alat-Alat
Berat Dan Besar (Studi Kasus Di Provinsi Kalimantan Timur)”,
[12]
Jafar Nurdin Siradjah, 2014, “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemungutan
Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD Samsat Wilayah Maros”, Skripsi, Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, hal. 13-14.
[13] Ibid
[14] Julio
Alfa Romario Sopacua, 2018, “Revitalisasi Pemungutan Pajak Daerah Dalam Perspektif
Otonomi Daerah Di Provinsi Maluku (Studi Terhadap Pajak Kendaraan Bermotor dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor)”, TESIS, Program Studi Magister Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang,
Hal. 47-48.
[15] Fadila Sagita, 2013, “Peranan
Pajak Kendaraan Alat Berat Dalam Penerimaan Pajak Daerah Di Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pendapatan Kabupaten Kampar Dinas Pendapatan Provinsi Riau”, Tugas
Akhir, Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, hal. 22-23.
[16]
Pajak Daerah, http://www.djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2018/08/pajak_daerah-1.pdf,
Diakses tanggal 17 Agustus 2019.
[17] Ibid
[18]
Data tentang PT Mandiri Herindo Adiperkasa didapatkan dari Andri Himawan
Manager Pemasaran PT Mandiri Herindo Adiperkasa, pada tanggal 10 Agustus 2019
[19]http://disperindagkop.kaltaraprov.go.id/storage/pelaporan_file/fnTaFp6yzro0AW3u0WMithAPgFsW6sRc6xStnTB5.pdf,
diakses pada tanggal 15 Agustus 2019.
[21]https://www.academia.edu/37463633/PERANAN_HUKUM_DALAM_PEMBANGUNAN_EKONOMI_DI_INDONESIA, diakses tanggal 19 Agustus 2019.
[22]
Ibid
[23] Dwi Ratna Indri Hapsari, 2018, “Hukum Dalam Mendorong
Dinamika Pembangunan Perekonomian Nasional Ditinjau Dari Prinsip Ekonomi
Kerakyatan”, Legality, ISSN: 2549-4600, Vol.26,
No.2, September 2018-Februari 2019, hlm. 242.
[25]
Lihat Tabel: 01, Data Pembayaran Pajak Alat
Berat/Besar PT Mandiri Herindo Adiperkasa
Daerah Operasi Sesayap, Project MIP, Kabupaten Nunukan
Periode 2004-2013
[26]
Muhamad Arfan, Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan
judul Pajak Alat Berat di Kalimantan Utara Tersendat, Masih Ada Menunggak
Sekitar Rp 19 Miliar. https://kaltim.tribunnews.com/2019/02/14/pajak-alat-berat-di-kalimantan-utara-tersendat-masih-ada
menunggak-sekitar-rp-19-miliar,
diakses tanggal 15 Agustus 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar